Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mudarat Rimba Birokrasi

Kompas.com - 27/04/2023, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK masih sebagai Wali Kota Solo di Jawa Tengah, Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menegaskan kepada saya bahwa penghambat utama pembangunan ekonomi Indonesia adalah rimba birokrasi yang tergolong paling rumit di planet Bumi.

Namanya juga rimba maka hukum yang berlaku adalah hukum rimba. Dalam hukum rimba, yang berjaya hanya mereka yang mampu menempuh lekuk-liku rimba birokrasi luar biasa kompleks dan rumit, bukan hanya karena saling berbelit tetapi juga tumpang-tindih satu dengan lain-lainnya.

Kondisi parah rimba birokrasi itu masih diperparah oleh kaum birokrat yang asyik serta piawai mendayagunakan perizinan sebagai komoditas untuk menambah nafkah kelompok korps departemental maupun diri sendiri.

Baca juga: Menteri PANRB Lapor ke Jokowi Ada Instansi Minta Nilai Reformasi Birokrasi Dinaikkan demi Mengejar Tunjangan Kinerja

Birokrasi ditatalaksanakan berdasar keyakinan yang sudah menjadi keimanan sekuler, yaitu jika bisa dipersulit kenapa harus dipermudah. Hal itu demi merusak sukma dasar birokrasi sebagai pelayanan masyarakat yang seharusnya jika bisa dipermudah kenapa harus dipersulit.

Hal yang paling menderita adalah para UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Mereka dipaksa menempuh birokrasi rumit sambil rakus waktu dan mahal biaya untuk memperoleh perizinan mendirikan sekedar lembaga perseroan terbatas (PT).

Bahkan untuk mendirikan koperasi sebagai lembaga ekonomi oleh rakyat dari rakyat untuk rakyat di Indonesia diwajibkan memenuhi syarat birokratif untuk memperoleh izin dari penguasa. Sesuatu yang pasti akan meremuk redam lubuk sanubari Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Perusahaan-perusahaan kelas raksasa tidak ketinggalan memanfaatkan perizinan sebagai alat untuk mematikan perusahaan-perusahaan menengah apalagi kecil dengan meminjam tangan pemerintah. Lihat saja fakta tentang bagaimana perizinan di industri farmasi sangat menguntungkan perusahaan-perusahan besar farmasi, sambil lambat tetapi pasti ganas membinasakan perusahaan-perusahaan farmasi kaliber kecil apalagi gurem.

Sampai saat naskah ini ditulis, masih belum terdengar berita resmi bahwa ada perusahaan dalam negeri mampu memproduksi mobil nasional Indonesia. Pasalnya, birokrasi mendayagunakan perizinan sengaja direkayasa sedemikian rumit sehingga syarat-syaratnya hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan mobil luar negeri. Indonesia harus puas bisa dan boleh berperan sebagai perakit mobil asing.

Baca juga: Jokowi: Aparat Birokrasi Jangan Pamer Kekayaan di Medsos, Tidak Pantas

Mereka yang sudah menikmati manfaat rimba birokrasi sudah barang tentu tidak menghendaki birokrasi di Indonesia menganut paham jika bisa dipermudah kenapa tidak dipermudah, demi tetap menikmati kekuasaan politik maupun duit yang sudah diperoleh dari kehadiran rimba birokrasi.

Namun apapun alasannya, rimba birokrasi jelas merugikan Indonesia di era globalisasi ekonomi di mana para investor bebas memilih lokasi investasinya. Wajar apabila para investor lebih memilih penanaman modal mereka di negara tanpa rimba belantara birokrasi yang kompleks berbelit seperti Jepang, Swiss, Jerman, Singapura, Korea ketimbang negara dengan rimba belantara birokrasi kompleks berbelit seperti Afghanistan, Pakistan, Kyrgistan, dan Indonesia.

Mohon dimaafkan, kali ini saya tidak sampai hati untuk menutup naskah ini dengan seruan Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com