Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yenny Sucipto
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden

Mahasiswa Doktoral Kebijakan Publik FIA Universitas Brawijaya

Tantangan Pembiayaan dalam Mewujudkan Ketahanan Bencana

Kompas.com - 10/01/2023, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBIAYAAN masih menjadi tantangan dalam mewujudkan ketahanan bencana, terutama terkait penanganan bencana, termasuk mitigasi hingga pembangunan pasca-bencana, dalam rangka mengurangi risiko bencana.

Masalah pembiayaan tak hanya menjadi perhatian Indonesia, tetapi juga dunia internasional. Selain mencari solusi melalui forum-forum maupun lembaga-lembaga, tiap-tiap negara, khususnya yang punya potensi atau memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana, mencari cara bagaimana persoalan tersebut teratasi.

Baca juga: Mitigasi Bencana Pasca Gempa Cianjur

Dalam forum internasional berkaitan dengan ketahanan bencana, Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR), yang berlangsung di Bali, Mei 2021, pembiayaan menjadi salah satu perhatian utama.

Pembiayaan menjadi salah satu prioritas dalam mewujudkan ketahanan bencana di Indonesia dengan menjadikan ketahanan bencana salah satu fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Indonesia Rawa Bencana

Secara geografis, Indonesia memiliki potensi bencana alam dengan intensitas kejadian yang tinggi. Negara kita, setidaknya memiliki empat kluster kebencanaan. Pertama, geologi dan vulkanik: letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami. Kedua, hidro-meteorologi I: kebakaran hutan dan kekeringan. Ketiga, hidro-meteorologi II: banjir bandang, longsor dan abrasi pantai. Terakhir, bencana non-alam, yang terdiri dari limbah, epidemik dan gagal teknologi.

Hampir seluruh wilayah Indonesia terpapar risiko bencana alam gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kebakaran lahan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, kekeringan, dan likuifaksi.

Beberapa kejadian bencana alam besar seperti gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera bagian utara tahun 2004, rentetan tiga bencana besar yang terjadi tahun 2018 yakni gempa Lombok, gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah - Palu dan Donggala-,  serta tsunami Selat Sunda, lalu gempa Cianjur hingga bencana banjir di beberapa daerah.

Dengan pengalaman dan beberapa peristiwa bencana besar, pemerintah pusat menyadari kondisi dan potensi bencana yang dihadapi Indonesia. Persoalan kebencanaan pun menjadi prioritas dalam rencana pembangunan.

Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyusun menyusun Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB) 2020-2024, yang merupakan penjabaran Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020- 2044 dan RPJMN. Hal itu juga merupakan terjemahan dari visi penanggulangan bencana 2020- 2044 yaitu "Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana untuk Pembangunan Berkelanjutan”.

Arah kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana poriode 2020-2024 berorientasi pada peningkatan ketangguhan bencana menuju kesejahteraan yang berketahanan untuk pembangunan berkelanjutan. Renas tersebut disusun sebagai salah satu bentuk kesadaran BNPB dan pemerintah terhadap penanggulangan risiko bencana.

Baca juga: Ini Hasil Rehabilitasi 3 Fasilitas Kesehatan di Sulteng Pasca-bencana

Bersamaan dengan kesadaran pemerintah itu, pembiayaan dalam penanganan bencana (termasuk pasca bencana) menjadi semakin tinggi, oleh karena bencana alam tak hanya memiliki daya rusak terhadap infrastruktur maupun lingkungan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi, termasuk dalam hal pembangunan.

Selain Korban Jiwa, Bencana Alam Timbulkan Kerugian Ekonomi Besar 

Menurut Bank Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-12 dari 35 negara di dunia yang memiliki risiko tinggi terhadap korban jiwa dan kerugian ekonomi akibat berbagai jenis bencana. Dapat disimpulkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko tinggi dampak bencana alam yang mengakibatkan kerugian ekonomi, kerugian fisik, dan jumlah korban jiwa yang besar.

Tingginya risiko dikarenakan lebih dari 200 juta penduduk tinggal di daerah rawan bencana. Risiko tersebut antara lain juga disebabkan oleh kualitas infrastruktur publik dan non-publik yang tidak tahan terhadap bencana.

Pada periode tahun 2000 hingga 2016, setiap tahun rata-rata kerugian ekonomi langsung akibat rusaknya bangunan dan bukan bangunan akibat bencana alam di Indonesia mencapai Rp 22,8 triliun.

Bencana besar, seperti gempa bumi dan tsunami di Pulau Sumatera bagian utara tahun 2004, menimbulkan kerugian ekonomi sekitar Rp 51,4 triliun. Gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 menimbulkan kerugian ekonomi senilai Rp 26,1 triliun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com