Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hakim Dipanggil “Yang Mulia”? Ini Penjelasannya

Kompas.com - 15/10/2022, 17:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat persidangan, jaksa penuntut umum dan penasihat hukum kerap memanggil hakim dengan sebutan "Yang Mulia".

Bahkan, terdakwa maupun para saksi turut memanggil "Yang Mulia" alih-alih sapaan Bapak atau Ibu.

Padahal, seorang presiden sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia justru biasa dipanggil Bapak atau Ibu.

Lantas, mengapa seorang hakim dalam pengadilan dipanggil "Yang Mulia"?

Baca juga: Mengenal Profesi Hakim: Pengertian, Tugas, Syarat, dan Gaji

Asal usul panggilan Yang Mulia untuk hakim

Penyebutan "Yang Mulia" untuk hakim tidak lepas dari sejarah panggilan ini.

Dilansir dari laman MyLawQuestion, setiap orang dari garis keturunan bangsawan atau kerajaan dipanggil dengan Yang Mulia.

Bukan hanya darah biru, di masa lalu, orang dengan posisi dan jabatan terkemuka seperti tuan tanah, ksatria, dan hakim, juga turut tersemat "Yang Mulia" di depan namanya.

Namun seiring waktu, penggunaan istilah ini untuk kaum tanpa keturunan raja tak lagi berlaku. Umumnya, mereka mengganti "Yang Mulia" dengan panggilan Tuan atau Nyonya.

Kendati demikian, panggilan "Yang Mulia" untuk hakim terutama saat persidangan masih tetap berlaku bahkan hingga saat ini.

Hal tersebut lantaran "Yang Mulia" menunjukkan status lebih tinggi dan rasa hormat yang patut diterima hakim. Ini juga menandakan betapa penting posisi hakim dalam persidangan.

Sebagai pemimpin proses pengadilan, hakim menempati posisi yang mengharuskan mereka memberikan pendapat dan keputusan tidak memihak, jujur, konsisten, dan bisa diandalkan.

Sebelum meraih posisi ini, mereka pun dituntut untuk menempuh pendidikan dan pelatihan tambahan agar layak menyandang panggilan "Yang Mulia".

Adapun bentuk penghormatan, lantaran hakim merupakan salah satu cerminan peradilan.

Hakim bisa memutuskan seseorang secara sengaja berlaku tidak sopan dan menganggapnya melakukan penghinaan pengadilan atau contempt of court.

Penghinaan pengadilan tersebut bisa berujung pada pidana.

Baca juga: Hakim Agung: Syarat, Seleksi, dan Tugasnya

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com