Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gudeg, Perjalanan Panjang dari Alas Mentaok

Kompas.com - 20/03/2021, 18:30 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Sepiring gudeg selalu bisa menerbitkan selera makan. Dalam satu porsi sajian, ada sayur nangka muda yang berwarna coklat gelap yang ditemani dengan berbagai menu pendamping seperti sambal goreng krecek, ayam suwir hingga tahu dan telor rebus. 

Sajian asli Yogyakarta ini melegenda. Dari masa ke masa menjadi ikon daerah istimewa yang berada di kaki Gunung Merapi tersebut.

Penasaran dengan asal muasal gudeg?

Gudeg adalah sajian tradisional yang diciptakan oleh tangan-tangan peracik bumbu masa silam. Tepatnya, adalah mereka yang hidup di tahun 1500-an.

Baca juga: Tradisi Sarapan Para Raja di Keraton Yogyakarta, dari Teh, Susu Cokelat hingga Gudeg

Makanan para pekerja

Sejarah gudeg dimulai di awal berdirinya kerajaan Mataram Islam di alas Mentaok, di sekitaran Kawasan Kotagede, di tahun 1500.

"Saat pembangunan kerajaan Mataram di alas Mentaok, banyak pohon yang ditebang, di antaranya adalah pohon kelapa, nangka muda (gori) dan tangkil atau melinjo," ujar Mudijati Gardjito, penulis buku berjudul "Gudeg Yogyakarta".

Seperti diberitakan Kompas.com, banyaknya gori yang tak terolah mendorong para pekerja untuk berkreasi membuat makanan dari bahan-bahan sisa tersebut.

Mereka pun mengolah sayur gori ini dalam jumlah banyak. Gori yang sudah dibersihkan, direbus dalam sebuah kuali besar selama berjam-jam lamanya hingga gori empuk dan enak dikonsumsi. 

Sebagai penyedap, ditambahkan bumbu-bumbu sederhana seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, lengkuas, daun salam juga gula jawa.

Sayur gori ini dimasak dengan cara terus diaduk, yang dalam bahasa Jawa dinamakan hangudek. Karena porsinya besar, untuk ratusan pekerja, maka cara mengaduknya dengan menggunakan sebuah sendok kayu besar menyerupai dayung. 

Proses mengaduk inilah yang menginspirasi pemberian nama gudeg.

Baca juga: Resep Gudeg Komplet Khas Yogyakarta, Lengkap dengan Sambal Krecek

Naik tahta

Seratus tahun kemudian, strata sosial gudeg naik kelas. Dari makanan pekerja, menjadi sajian istimewa yang tersaji di meja-meja kalangan bangsawan. Kisah ini diceritakan dengan jelas di karya sastra Jawa, Serat Centhini.

Di kisaran tahun 1600-an tersebut, ketika Raden Mas Cebolang singgah di padepokan Pengeran Tembayat di Klaten, diceritakan bahwa sang pangeran menjamu tamunya yaitu Ki Anom dengan berbagai sajian istimewa termasuk gudeg.

Mulai tahun 1600 itulah, gudeg pun masuk ke dalam menu istimewa para kaum bangsawan. Di samping gudeg juga terus lestari di kalangan dapur-dapur rakyat biasa.

Sudarmi, penjual gudeg di Jalan Urip Sumoharjo, kota Yogyakarta yang berjualan dengan mengenakan masker dan face shield. Hal ini dilakukanya untuk melindungi diri dan pembeli ditengah pademi Covid-19KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Sudarmi, penjual gudeg di Jalan Urip Sumoharjo, kota Yogyakarta yang berjualan dengan mengenakan masker dan face shield. Hal ini dilakukanya untuk melindungi diri dan pembeli ditengah pademi Covid-19

Dilansir dari Portal Informasi IndonesiaSerat Centhini juga mencatat bahwa pembuatan gudeg tak hanya dari bahan nangka muda atau gori saja, melainkan juga dari manggar.

Baca juga: Istilah Gudeg: Dari Prajurit Mataram hingga Sebutan Its Good, Dek

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com