KOMPAS.com - Perusahaan farmasi dari berbagai negara berlomba mengembangkan vaksin virus corona untuk menanggulangi pandemi Covid-19 yang terjadi.
Sampai saat ini terdapat sejumlah vaksin eksperimental Covid-19 yang menjadi kandidat terdepan untuk mendapatkan perizinan dari regulasi. Di antaranya vaksin buatan Pfizer, Moderna dan Oxford-AstraZaneca.
Melansir situs CDC, dalam satu bulan ke depan, vaksin yang menggunaan messenger RNA atau mRNA kemungkinan besar akan menjadi vaksin Covid-19 pertama yang digunakan di Amerika Serikat.
Vaksin mRNA merupakan jenis vaksin baru untuk melindungi dari penyakit menular, yang tidak menggunakan virus hidup penyebab Covid-19.
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: mRNA Pernah Diabaikan hingga Jadi Teknologi Vaksin Terdepan
Untuk diketahui, mRNA tidak pernah memasuki inti sel, tempat DNA atau materi genetik disimpan. Vaksin ini membuat sel tubuh memproduksi protein yang memicu respons imun.
Respons imun tersebut akan menghasilkan antibodi, yang melindungi diri dari infeksi jika virus yang sebenarnya masuk ke dalam tubuh.
Vaksin mRNA Covid-19 memberikan instruksi kepada sel untuk membuat bagian yang tidak berbahaya dari protein lonjakan, yang ditemukan di permukaan virus penyebab penyakit.
Suntikan vaksin diberikan di otot lengan atas. Setelah instruksi berada di dalam sel otot, akan digunakan membuat potongan protein.
Kemudian sel memecah instruksi dan membuangnya, lalu sel menampilkan potongan protein di permukaannya.
Sistem kekebalan akan mengenali, memulai membangun respons kekebalan dan membuat antibodi, seperti yang terjadi pada infeksi alami terhadap Covid-19.
Di akhir proses, tubuh telah mempelajari perlindungan infeksi di masa depan.
Baca juga: [KLARIFIKASI] Vaksin Covid-19 dengan Teknologi mRNA Belum Pernah Diuji dan Merusak DNA
Sejauh ini, vaksin yang dikembangkan Pfizer/BioNTech dan Moderna kemungkinan menjadi vaksin mRNA pertama yang dijual ke pasar.
Agar mendapatkan persetujuan Food and Drug Administration (FDA) AS, perusahaan harus membuktikan vaksinnya tak memiliki efek kesehatan negatif secara langsung atau jangka pendek dari penggunaan vaksin.
Tapi, saat dunia mulai menginokulasi dengan vaksin yang sepenuhnya baru ini, hampir tidak diketahui pasti mengenai efek jangka panjang dari vaksin.
"Ada perlombaan untuk mendapatkan vaksinasi publik, jadi kami bersedia mengambil lebih banyak risiko," ujar Kepala Unit Penyakit Menular di Rumah Sakit Samson Assuta Ashdod Tal Brosh seperti dikutip dari The Jerusalem Post.
Baca juga: Kasus Covid-19 Capai 522.581 Orang, Begini Perkembangan Vaksin Sinovac