KOMPAS.com - Program organisasi penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Terbaru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berharap organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk kembali bergabung.
"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," ujar Mendikbud seperti dilansir dari laman Kemendikbud, Selasa (28/7/2020).
Sebelumnya, diketahui POP pertama kali diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Maret lalu.
POP merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Namun, program ini justru menjadi sorotan karena mundurnya tiga organisasi di dalamnya.
Sejumlah organisasi menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Setidaknya, ada tiga organisasi yang telah menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Alasan mereka mundur karena proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan.
Mengutip Kompas.com, 28 Juli 2020, ketiga organisasi tersebut juga sepakat bahwa anggaran program ini dapat dialokasikan untuk keperluan lain yang lebih mendesak di bidang pendidikan.
Baca juga: Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Apa Itu?
Melansir Kompas.com, (23/7/2020), Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil Mendikbud Nadiem Makarim untuk meminta penjelasan soal POP yang jadi polemik di masyarakat beberapa waktu terakhir.
Menurut Huda, pemanggilan ini akan dibahas terlebih dahulu di rapat internal komisi karena masa reses.
Huda menyebut, dimasukkannya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima hibah dari Kemendikbud merupakan langkah yang tidak etis.
Sebab Komisi X mengetahui bahwa program organisasi penggerak ini dibiayai oleh negara melalui APBN.
Oleh karena itu, Komisi X memerlukan penjelasan dari Mendikbud terkait polemik tersebut.