Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Juta Anak Mungkin Tak Bisa Kembali ke Sekolah Setelah Pandemi Covid-19...

Kompas.com - 13/07/2020, 15:23 WIB
Mela Arnani,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang saat ini masih terjadi telah menyebabkan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Save the Children memperingatkan, hingga 9,7 juta anak-anak terkena dampak penutupan sekolah dengan risiko tidak akan kembali ke bangku pendidikan.

Badan amal Inggris ini mengutip data UNESCO yang menunjukkan bahwa pada April, 1,6 miliar anak dikeluarkan dari sekolah dan universitas karena langkah-langkah yang berhubungan dengan Covid-19.

Jumlah ini sekitar 90 persen dari seluruh populasi siswa di dunia. "Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, seluruh generasi anak-anak di seluruh dunia mengalami gangguan pendidikan," tulis laporan seperti dilansir dari CNA, 13 Juli 2020.

Disebutkan, jatuhnya ekonomi akibat krisis ini memaksa 90 hingga 117 juta anak-anak ke dalam kemiskinan.

Dengan efek langsung pada penerimaan sekolah, dengan banyaknya anak muda yang dituntut untuk bekerja atau anak perempuan yang dipaksa menikah dini untuk menghidupi keluarganya.

Hal tersebut dapat menyebabkan antara 7-9,7 juta anak putus sekolah secara permanen.

Baca juga: Saat Negara Maju Berkompetisi Dapatkan Vaksin Corona

Kekurangan anggaran pendidikan

Pada saat yang sama, badan amal ini memperingatkan bahwa krisis dapat menyebabkan kekurangan anggaran pendidikan sebesar 77 miliar dollar AS di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada akhir tahun 2021.

"Sekitar 10 juta anak mungkin tidak pernah kembali ke sekolah. Ini merupakan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pemerintah harus segera berinvestasi dalam pendidikan," ujar kepala eksekutif Save the Children Inger Ashing.

"Alih-alih kita berisiko pemotongan anggaran yang tak tertandingi, akan melihat ketimpangan yang ada meledak antara si kaya dan si miskin, dan antara anak laki-laki dan perempuan," lanjut dia.

Badan amal itu mendesak pemerintah dan donatur untuk menginvestasikan lebih banyak dana di balik rencana pendidikan global baru, agar membantu anak-anak kembali ke sekolah setelah aman dan sampai saat itu mendukung pembelajaran jarak jauh.

"Kami tahu anak-anak yang paling miskin dan paling terpinggirkan yang sudah berada paling jauh di belakangnya menderita kerugian terbesar, tanpa akses ke pembelajaran jarak jauh atau pendidikan apa pun selama setengah tahun akademik," ujar Ashing.

Baca juga: Doni Monardo: Presiden Ingatkan Pendidikan Berbasis Asrama Waspada Covid-19

Penangguhan pembayaran utang

Save the Children juga mendesak kreditor komersial untuk menangguhkan pembayaran utang untuk negara-negara berpenghasilan rendah.

Menurutnya, ini sebuah langkah yang dianggap dapat membebaskan 14 miliar dollar AS untuk program pendidikan.

"Jika kita membiarkan krisis pendidikan ini berlangsung, dampaknya pada masa depan anak-anak akan bertahan lama," ujarnya.

Ia melanjutkan, janji yang telah dibuat dunia dan tertuang dalam tujuan PBB untuk memastikan semua anak memiliki akses ke pendidikan berkualitas pada tahun 2030, akan mundur beberapa tahun.

Laporan tersebut mencantumkan 12 negara dengan anak-anak paling berisiko tersingkir seperti Niger, Mali, Chad, Liberia, Afghanistan, Guinea, Mauritania, Yaman, Nigeria, Pakistan, Senegal, dan Pantai Gading.

Badan amal ini mencatat, sebelum krisis, diperkirakan 258 juta anak-anak dan remaja sudah kehilangan sekolah.

Baca juga: Pengamat: Sistem Pendidikan di TNI/Polri Perlu Dievaluasi saat Pendemi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com