KOMPAS.com - Masyarakat dunia hidup dalam budaya yang berbeda-beda. Baik disebabkan oleh perbedaan geografis, kondisi cuaca, kepercayaan, suku, dan sebagainya.
Tidak aneh jika terdapat banyak perbedaan dalam cara menjalani hidup antar satu kelompok masyarakat dan kelompok lainnya.
Salah satunya tentang cara manusia membersihkan kemaluan atau duburnya setelah buang air kecil maupun besar yakni cebok.
Di masyarakat Indonesia, Asia Tenggara, atau negara Timur Tengah, lazimnya proses cebok ini dilakukan menggunakan media air. Air diyakini dan memang terbukti lebih membersihkan area yang kotor dibandingkan dengan media lainnya.
Namun apa boleh dikata, budaya tetap lah budaya. Orang barat, lumrah menggunakan kertas tisu atau tisu toilet untuk melakukan kegiatan ini.
Tidak ada bidet atau semprotan air dalam toilet yang mereka gunakan sehari-hari. Sebagai gantinya, di sana akan terpasang tisu gulung yang biasanya dikaitkan pada cantolan yang tertempel di dinding toilet.
Dengan tisu-tisu itulah mereka mengusap dan membersihkan kotoran yang menempel di tubuh setelah buang air. Bagaimana budaya itu ada dan terbentuk di masyarakat negara barat?
Baca juga: Pria Ini Borong Tisu Toilet Rp 100 Juta, tapi Tidak Laku Dijual Lagi
Dikutip dari BBC, sebenarnya manusia tidak membutuhkan tisu toilet untuk membersihkan diri setelah buang air.
Pada awalnya, manusia menggunakan beragam benda untuk membersihkan area dubur dan kemaluannya.
Misalnya, leluhur Jepang yang menggunakan tongkat, atau orang Roma yang menggunakan spons secara bergantian di toilet umum ternyata menjadi sumber penyebaran penyakit.
Ada juga penggunaan kain yang bisa dicuci, bonggol jagung, rumput, kulit binatang, salju, dan batu.
Selama Perang Dingin, banyak masyarakat yang menggunakan kliping kertas bekas atau gulungan 'tisu' yang terbuat dari surat kabar daur ulang. Produk ini diproduksi oleh negara mereka sendiri.
Dari salah satu operasi di Perang Dingin, Operasi Tamarisk, di sana ada mata-mata Inggris dan Amerika yang ditugaskan untuk mengumpulkan dan merekonstruksi dokumen sensitif yang telah dihancurkan tentara Soviet dengan cara digunakan sebagai kertas toilet.
Jadi, semua alat bantu cebok itu digunakan oleh masyarakat berdasarkan biaya, ketersediaan, kenyamanan, dan cuaca di tempatnya tinggal.
Baca juga: Tak Jadi Gulung Tikar, Toko Roti di Finlandia Ini Bikin Kue Berbentuk Gulungan Tisu Toilet
Sementara tisu toilet, benda ini pertama kali diketahui digunakan untuk keperluan sanitasi pada abad ke-6 di China.