Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Soroti Lamanya Laporan Hasil Tes dan Positivity Rate Covid di Indonesia

Kompas.com - 13/06/2020, 10:49 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) terus memberikan masukan kepada pemerintah Indonesia dalam hal analisis data provinsi untuk menilai kriteria epidemiologis yang tepat sebelum pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

WHO juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meninjau kembali respons operasional dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. 

Laporan kasus dan testing

Namun WHO juga memberikan catatan mengenai pelaporan kasus harian yang dinilai tidak realtime atau mengalami keterlambatan. 

"Jumlah kasus yang dilaporkan setiap hari tidak setara dengan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 pada hari itu; pelaporan hasil yang dikonfirmasi laboratorium dapat memakan waktu hingga satu minggu sejak pengujian," bunyi laporan WHO tersebut. 

Sementara standar waktu ideal dalam pelaporan kasus konfirmasi harian antara 24 hingga 48 jam. 

Baca juga: WHO: Pandemi Covid-19 Memburuk, Bukan Saatnya Bersantai

Mengingat proses pelaporan kasus harian yang terlambat itu, WHO meminta kehati-hatian dalam menafsirkan angka ini dan kurva epidemiologis untuk analisis lebih lanjut.

Selain itu, dalam laporan itu WHO juga menyoroti masih tingginya angka positivity rate di sejumlah provinsi dengan mayoritas penduduk. Sejumlah provinsi yang dijadikan contoh adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Sejumlah provinsi disebutkan mengalami penurunan kasus, namun angka positivity rate masih tinggi. 

"Tak satu pun dari provinsi di Jawa yang memiliki tingkat positivity rate kurang dari 5 persen dari sampel selama periode 2 minggu dari 25 Mei hingga 7 Juni 2020," tulis laporan itu. 

Dari laporan itu diketahui, positivity rate DKI Jakarta masih 8,5 persen, sementara Jawa Barat 6,6 persen, Jawa Tengah (11,1 persen), DIY (8,1 persen) Jawa Timur (30,9 persen) dan Banten 8,3 persen. 

"Untuk perhitungan tingkat kepositifan yang andal, diperlukan setidaknya 1 tes per 1.000 penduduk per minggu, dan ini hanya terpenuhi di Jakarta," lanjut laporan itu.

Baca juga: Jawaban 511 Epidemiolog tentang Kapan Bisa Melakukan Aktivitas Seperti Biasa Lagi

Kasus kematian terkait Covid-19

Dalam laporan 25 halaman itu, WHO juga menampilkan diagram angka kasus kematian terkait Covid-19 di sejumlah provinsi. Diagram itu mencakup kematian ODP, PDP dan pasien yang sudah dikonfirmasi positif. 

Namun WHO menyebutkan, hanya beberapa provinsi yang melaporkan data tentang kematian akibat PDP dan ODP dan belum ada definisi kemungkinan kasus dalam pedoman nasional.

Sementara berdasarkan definisi WHO, kemungkinan kasus adalah suspek yang pengujian Covid-19 tidak dapat disimpulkan atau pengujian tidak dapat dilakukan karena alasan apa pun.

"Mungkin ada perbedaan dalam jumlah kematian kasus Covid-19 yang dikonfirmasi antara sumber data nasional dan provinsi," kata laporan itu. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com