Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan RA Kartini

Kompas.com - 19/04/2024, 14:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - RA Kartini atau Raden Ajeng Kartini, merupakan salah satu tokoh perempuan yang dikenal atas perjuangannya dalam mewujudkan emansipasi.

Kartini lahir pada 21 April 1879, dari keluarga bangsawan di Jepara, Jawa Tengah.

Perjuangan RA Kartini untuk Indonesia berlangsung cukup singkat, yakni dari tahun 1890-an hingga wafatnya pada 1904.

Hal utama yang diperjuangkan Kartini bagi kehidupan wanita Indonesia adalah emansipasi atau kesetaraan hak-hak perempuan dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan masyaraka, khususnya di bidang pendidikan.

Perjuangan RA Kartini berpengaruh besar bagi kebangkitan perempuan Indonesia.

Berikut ini perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini untuk Indonesia.

Baca juga: Kartini: Memperjuangkan Emansipasi dengan Literasi (Bagian I)

Kisah Perjuangan RA Kartini

RA Kartini tumbuh pada masa tradisi patriarki dan kolonialisasi masih membelenggu, sehingga menyulitkan kaum perempuan untuk bergerak maju.

Meski Kartini menjadi salah satu perempuan yang beruntung mendapatkan pendidikan karena ayahnya merupakan Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat, ibunya bukan keturunan darah biru, sehingga tidak menerima privilese bangsawan.

Sejak kecil, Kartini menyaksikan sang ibu, Ngasirah, yang tidak berhak tinggal di rumah utama bupati, tetapi tinggal di bagian belakang pendapa, karena hanya berstatus sebagai istri selir (garwa ampil).

Ngasirah memang berstatus sebagai istri pertama. Namun, istri kedua RM Sosroningrat, yakni Woerjan, yang menjadi istri utama karena seorang keturunan raja Madura.

Tidak hanya itu, Ngasirah harus memanggil anak-anaknya sendiri dengan sebutan "ndoro", yang berarti majikan.

Adapun putra-putri Ngasirah diharuskan memanggilnya dengan sebutan "yu", atau panggilan untuk perempuan abdi dalem.

Kendati demikian, Kartini menolak memanggil ibunya, "yu", dan lebih sering memilih tinggal dengan sang ibu.

Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Jepara

Di usia remaja, Kartini harus mengikuti tradisi masa itu, yaitu diharuskan tinggal di rumah atau dipingit, artinya ia tidak diperbolehkan keluar rumah dan melakukan aktivitas lain sampai menikah.

Selama dipingit, Kartini tetap membaca buku, koran, dan majalah, serta bertukar surat dengan temannya di Belanda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com