Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2024, 07:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JEPANG menetapkan setiap tahun pada hari Senin ke-2 bulan Januari sebagai hari Dewasa. Hari Dewasa juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Tahun 2024, hari Dewasa jatuh pada 8 Januari. Saya beruntung karena hari Senin libur, maka bisa menonton streaming debat ke-3 dengan leluasa.

Sedikit cerita hal ini, sebelum tahun 2000, hari Dewasa ditetapkan pada 15 Januari. Karena ada kebijakan Happy Monday, maka setelah tahun 2001, tanggal perayaan berubah menjadi setiap hari Senin ke-2 bulan Januari.

Batas umur dewasa juga berubah. Mulai tahun 2022, orang berusia 18 tahun dianggap sebagai dewasa. Sebelumnya, orang dianggap dewasa jika sudah berusia di atas 20 tahun.

Dengan predikat "dewasa", maka beberapa keuntungan dapat diperoleh. Antara lain, mereka mempunyai hak untuk ikut pemilu, dapat menikah, menyewa apartemen/kos dan membuat perjanjian untuk membeli (nomor) telepon tanpa tanda tangan (persetujuan) orangtua.

Saya mengawali tulisan perihal hari Dewasa karena Minggu malam, beberapa kali kata "etika" muncul pada perdebatan.

Etika, saya anggap berhubungan dengan kedewasaan. Alasannya, karena menurut KBBI daring, definisi etika adalah tentang apa yang baik serta buruk dan hak serta kewajiban moral.

Sekali lagi menurut definisi KBBI daring, dewasa adalah hal kematangan, baik pikiran, pandangan, dan sebagainya.

Setiap perkataan maupun tindakan orang dewasa, harus mencerminkan kematangan itu. Otomatis juga, orang yang dewasa tentu menjalankan etika dengan baik.

Berbicara perihal kedewasaan dari acara debat Minggu malam, saya kok susah menemukannya di sana. Impresi pertama debat tersebut adalah gaduhnya suasana, terutama teriakan para pendukung yang berada di lokasi.

Saya tidak menghitung, namun ujaran moderator "harap tenang!" berkali-kali yang membekas pada ingatan.

Karena kegaduhan seperti itu sudah terjadi pada debat sebelumnya, saya menjadi bertanya-tanya dalam hati. Apakah orang terlalu bersemangat sehingga lupa diri akan sopan santun yang sudah lama menjadi bagian dari kebudayaan kita? Atau, memang kita suka hal-hal gaduh, entah di daring maupun di dunia nyata seperti di arena debat itu?

Jika sudah menyatakan diri sebagai orang dewasa, maka hal-hal yang bisa mengganggu suasana debat, sedapat mungkin harus kita hindari.

Saya juga baru tahu bahwa ada penambahan peraturan debat, yaitu kandidat harus menjelaskan jika pertanyaan menggunakan singkatan/terminologi.

Penambahan peraturan saya kira tidak perlu terjadi, jika capres/cawapres yang berdebat mempunyai sifat dewasa.

Perdebatan adalah tukar pendapat mengenai suatu hal dan memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.

Ketika bertukar pendapat, kandidat harus menyatakan pertanyaan (atau keberatannya) dengan lugas dan gamblang kepada lawan bicara.

Karena debat, apalagi sekelas debat pilpres bukanlah untuk ajang tanya jawab, dan bersorak-sorai ketika lawan debat tidak tahu apa yang ditanyakan (misalnya karena menggunakan terminologi).

Sebagai orang muda, saya telah menuliskan dukungan kepada pemuda untuk berpartisipasi pada kegiatan apapun pada artikel terdahulu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com