Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Indonesia, Masyarakat Plural yang Sulit Ditebak?

Kompas.com - 07/01/2024, 08:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA dasarnya semua masyarakat itu plural. Plural maknanya kompleks, rumit, dan tidak sederhana. Kumpulan manusia itu rumit, sulit ditebak.

Semua masyarakat di dunia ini, dalam budaya, negara, dan peradaban yang berbeda, mempunyai sejarah panjang.

Sejarah panjang menunjukkan lapisan-lapisan perubahan masyarakat dari satu episode ke episode berikutnya.

Indonesia, tidak berbeda dengan Eropa, Amerika, atau tetangga dekat kita di Asia, adalah masyarakat plural. Indonesia tidak sederhana. Negeri ini tidak pernah menunjukkan hanya satu warna.

Negara kepulauan ini pada dasarnya memang plural, dan mempunyai sejarah panjang yang menunjukkan pergantian dan perubahan.

Negeri ini sering berubah, dan sudah terbiasa dengan perubahan. Toh masyarakat menyesuaikan.

Bahkan bentuk pemerintahan berganti pun akhirnya saling mencari format adaptasi. Kadangkala dengan damai, sering juga dengan pertentangan, bahkan perang.

Indonesia sejak awal menerima unsur asing, baik India, China, Eropa, Arab, atau suku-suku lain di Asia. Indonesia adalah tempat berkumpulnya banyak budaya dan tradisi. Itulah masyakarat plural. Sulit ditebak.

Hinduisme jelas mempunyai pengaruh dan menjadi dasar spiritualitas awal Nusantara. Tidak sekadar candi-candinya tempat ibadah yang tersisa, atau pulau Bali yang masih mempraktikannya.

Namun alam bawah sadar manusia Indonesia menyimpan banyak unsur masa lalu dan di saat yang sama menerima unsur berikutnya.

Islam datang kemudian, Hinduisme masih kuat akarnya. Tumbuhlah di atas akar itu tafsir Islam yang tetap memberi ruang pada Hinduisme.

Dewa-dewa, kasta, penunggu air, pohon, tempat angker, kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana tetap digunakan untuk melihat ajaran yang kemudian datang dan membumi.

Pertunjukan, tarian, lukisan, gending, musik, ritual, arsitektur menjadi saksi perpaduan unsur lama dan baru.

Agama, iman, dan tradisi berbeda sudah biasa bertemu. Konversi, tetapi tidak meninggalkan asalnya. Berubah, tetapi masih menyisakan yang tua.

Indonesia adalah tempat di mana percampuran demi percampuran itu terjadi. Maka masyarakat kita sudah lama terbiasa dengan kompromi itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com