HUKUM bisnis dan transaksi berlaku di mana saja. Etnis, bangsa, dan budaya berlainan cara mengungkapkannya.
Sahabat baik Penulis dari Rembang seorang mutawwif (pembimbing haji dan umroh). Dia membawa kurang lebih seratus jamaah dari Indonesia.
Sudah menyewa kamar-kamar di hotel di sekitar Majid Haram di Mekkah. Baru enam hari, kurang sehari, sudah diminta pergi dari hotel. Uang dikembalikan.
Sahabat baik saya ini kemudian mencari hotel lain. Mungkin ada kesalahpahaman dalam transaksi karena bahasa, budaya, dan cara berbisnis. Tidak tahu persis.
Berapa banyak cerita tentang cara berbisnis orang-orang Arab ini yang kurang lebih sama. Masya Allah. Ya Allah. Wallahi. Insya Allah. Dengan kalimat tayyibah, kata-kata meyakinkan.
Namun bisnis tetap bisnis. Hukum dagang berlaku, siapa cepat, dapat. Modal menentukan simpati dan perolehan keuntungan.
Bisnis bagi Arab, China, Jawa, Batak, Inggris, Jerman, tetap bisnis. Pasar menguasai dunia. Kapitalisme dan modal menjadi penentu kebijakan.
Deso mowo coro, dalam bahasa Jawa. Daerah mempunyai aturan main sendiri. Lain lubuk lain ikan, lain ladang lain belalang, kata orang Melayu.
Berbagai budaya, etnis, dan bangsa mengungkap dengan caranya sendiri. Namun kalau sudah menyangkut dagang, keuntungan, modal, dan uang bahasa tetap sama.
Keuntungan, profit, dan duit menentukan kemana arahnya keputusan. Walaupun orang-orang Saudi adalah penjaga dua kota suci (Haramain), sikap bisnisnya tidak beda dengan pasar-pasar tradisional kita.
Tawar menawar berlaku. Perubahan harga mendadak. Janji kadang tidak sesuai dengan praktik. Layanan bisa kurang dari yang dijanjikan. Bisnis tetap bisnis.
Orang-orang Jerman ciri khasnya, selalu mengatakan “Nein, danke”. Tidak, terimakasih. Atau “Tut mir leid”. Oh, maaf tidak.
Orang-orang tradisi Jerman akan cenderung menolak tawaran-tawaran sampai yakin betul bisa diterima. Begitu bilang, “Ja”, ya, komitmen tidak diragukan lagi. Itulah orang Jerman.
Orang Inggris, Amerika, atau Australia cenderung sopan. Kalimat memilih bentuk past tense, masa lalu, atau pengandaian if.
Orang-orang berbahasa ibu Inggris seperti orang Jawa, indirect (tidak langsung). Apalagi jika mengatakan tidak, mengundang orang, atau mengajak orang, selalu bukan bentuk present tense (masa kini).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya