KOMPAS.com - Tanggal 1 September diperingati sebagai Hari Polwan Indonesia.
Secara proporsi, jumlah polisi wanita atau disingkat polwan, di Indonesia pada 2021 hanya 6 persen dari jumlah total personel Polri.
Meski proporsinya terbilang kecil, jumlah polwan dari tahun ke tahun terus meningkat.
Selain itu, sejak tahun 2000-an, semakin banyak kesempatan bagi polwan untuk menduduki beberapa jabatan strategis di tubuh Polri.
Pada awal didirikan, tugas polwan adalah membantu penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan wanita, baik sebagai korban maupun pelaku kejahatan.
Seiring berjalannya waktu, tugas polwan mulai berkembang jauh, bahkan hampir menyamai tugas polisi pria.
Berikut ini sejarah polwan atau polisi wanita.
Baca juga: Keibodan, Barisan Pembantu Polisi Bentukan Jepang
Tanggal 1 September 1948 ditetapkan sebagai Hari Lahir Polwan di Indonesia.
Kendati demikian, peran penting polwan sebenarnya telah dibutuhkan sejak awal kemerdekaan Indonesia.
Polwan dibutuhkan untuk membantu penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan wanita, baik wanita itu sebagai korban maupun pelaku.
Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, jika ada kejahatan yang melibatkan wanita dan dibutuhkan penggeledahan atau pemeriksaan, polisi biasanya meminta bantuan istri mereka untuk menangani hal tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan, upaya melibatkan wanita dalam tugas kepolisian dilakukan di Malang, Jawa Timur.
Saat itu, di Malang ada kamp tahanan Belanda yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Di tangan Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, 25 wanita muda dididik untuk menjadi polisi wanita, tetapi tanpa pangkat. Pendidikan mereka dimulai pada 29 September 1945.
Baca juga: Gestapo, Polisi Rahasia Nazi Jerman
Pada masa perjuangan RI mempertahankan kemerdekaan, terutama saat Belanda melancarkan Agresi Militer, terjadi arus pengungsi dari beberapa daerah.Di Yogyakarta, per Januari 1948, terdapat 38.000 pengungsi, di mana 8.800 di antaranya merupakan pengungsi bangsa lain.