KOMPAS.com - Kuda Kosong adalah salah satu warisan budaya Kabupaten Cianjur yang masih lestari hingga kini.
Dalam pawai Kuda Kosong, seekor kuda yang telah diberi penutup badan, aksesori, dan hiasan bunga, diarak bersama pengawal bertombak lengkap, pembawa payung kebesaran, umbul-umbul, dan dupa.
Kuda tersebut sengaja dikosongkan tanpa penumpang, karena konon Kuda Kosong ditunggangi oleh Eyang Suryakencana yang tidak kasat mata.
Pawai Kuda Kosong sempat dicekal karena dianggap mendekati musyrik dan tidak sesuai dengan ajaran agama tertentu.
Dalam perkembangannya, budaya asli Cianjur ini diperbolehkan digelar lagi asalkan ditekankan bahwa tidak ada unsur mistis dan tidak menyimpang dari ajaran agama.
Lantas, bagaimana sejarah Kuda Kosong?
Baca juga: Ngarot, Tradisi Sambut Musim Tanam dan Mencari Jodoh
Sejarah Kuda Kosong dapat ditelusuri abad ke-17, bersamaan dengan berdirinya Kabupaten Cianjur.
Saat itu, Cianjur masih menjadi bawahan Kesultanan Mataram, sehingga harus menyerahkan upeti.
Suatu ketika, bupati pertama Ciajur, Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar (Dalem Cianjur), mengirim perwakilan untuk menyerahkan upeti ke Mataram.
Perwakilan itu adalah adiknya sendiri, Aria Natadimanggala, yang diutus untuk menyerahkan upeti berupa tiga butir padi, tiga butir lada, dan tiga buah cabai rawit.
Meski jumlahnya sangat sedikit, upeti itu memiliki makna, biarpun miskin, rakyat Cianjur mempunyai keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya cabai dan lada.
Baca juga: Perang Obor, Tradisi Tolak Bala Masyarakat Jepara
Raja Mataram pun bisa memahaminya, bahkan memberikan balasan berupa keris, kuda kerajaan, dan pohon saparantu untuk Dalem Cianjur.
Aria Natadimanggala membawa pulang pemberian itu dengan sangat hati-hati, bahkan kuda kerajaan yang dihadiahkan untuk kakaknya itu hanya dituntun, tidak ditunggangi.
Hal itu merupakan sebuah bentuk rasa hormat Aria Natadimanggala terhadap Dalem Cianjur.
Sesampainya di Cianjur, kuda pemberian Raja Mataram itu diarak dan menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Cianjur, yang dalam perkembangannya menjadi tradisi pawai Kuda Kosong.