KOMPAS.com - Pada 21 Agustus 1831, Nathanial "Nat" Turner memimpin pemberontakan budak di Southampton County, Virginia, Amerika Serikat (AS).
Pemberontakan Nat Turner dinilai sebagai salah satu pemberontakan budak paling berdarah dalam sejarah AS.
Dalam pemberontakan ini, sekitar 55 orang kulit putih dilaporkan tewas, yang kemudian memicu pembantaian terhadap 200 orang kulit hitam.
Selain itu, Pemberontakan Nat Turner mengakibatkan sejumlah kebijakan yang semakin menekan hak orang kulit hitam di AS.
Di sisi lain, gerakan yang dipimpin Nat Turner disebut sebagai titik balik dalam perjuangan penghapusan perbudakan terhadap orang kulit hitam.
Baca juga: Sejarah Mulainya Perbudakan di Amerika Serikat
Nat Turner adalah seorang pendeta keturunan Afrika-Amerika, yang lahir dari keluarga budak di daerah perkebunan di pedesaan Southampton County, Virginia.
Sejak kecil, Nat menjadi budak Benjamin Turner, yang memperbolehkannya belajar membaca, menulis, dan agama.
Setelah Benjamin Turner meninggal pada 1810, Nat sempat tiga kali dijual, kemudian disewakan kepada John Travis pada 1820-an.
Sebagai anak yang tergolong cerdas dan taat beragama, Nat tumbuh menjadi pendeta.
Ia pun mengaku menerima wahyu dari Tuhan untuk memimpin orang kulit hitam keluar dari perbudakan.
Pada 1830, Nat dibeli oleh seorang tuan bernama Joseph Travis.
Baca juga: Abolisionisme, Penghapusan Perbudakan di Amerika Serikat
Selama bertahun-tahun, Nat menunggu petunjuk dari Tuhan untuk memulai gerakannya menuju kebebasan.
Pada 12 Februari 1831, terjadi gerhana matahari, yang oleh Nat Turner diartikan sebagai petunjuk dari Tuhan untuk memulai gerakannya.
Ia pun segera melakukan persiapan dan membagikan rencananya kepada beberapa kawannya yang juga berstatus sebagai budak di daerah itu.
Akhirnya, pada 21 Agustus 1831, Pemberontakan Nat Turner dimulai dengan membunuh keluarga Joseph Travis.