Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/04/2024, 05:31 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Berjemur di bawah sinar matahari dapat menyebabkan sejumlah kondisi, mulai dari sengatan matahari hingga kanker kulit.

Namun, apakah seseorang juga bisa alergi terhadap sinar matahari? Jika iya, apa saja gejalanya?

Alergi sinar matahari

Menurut dr. Debra Jaliman, dokter kulit yang berbasis di New York, jawaban singkatnya adalah ya, seseorang bisa mengalami reaksi alergi terhadap sinar ultraviolet dari matahari. Alergi matahari menghasilkan ruam gatal yang mungkin muncul sebagai benjolan merah, bercak merah, lecet atau gatal-gatal di area kulit yang terkena sinar matahari.

Namun, istilah "alergi matahari" adalah istilah umum yang mencakup beberapa respon imun terhadap sinar ultraviolet. Beberapa alergi sinar matahari mungkin terkait dengan susunan genetik, sementara yang lain dapat berkembang sebagai respons terhadap bahan kimia tertentu dari obat-obatan atau kosmetik.

Meta-analisis tahun 2022, yang diterbitkan dalam Journal of European Academy of Dermatology & Venereology, mengungkapkan bahwa letusan cahaya polimorfik (PMLE) adalah salah satu bentuk alergi matahari yang paling umum.

Baca juga: Studi Ungkap Penyebab Alergi yang Tidak Bisa Hilang Seumur Hidup

PMLE dapat memengaruhi 1 dari 10 orang di seluruh dunia, namun cenderung lebih umum terjadi di belahan Bumi Utara. PMLE biasanya bermanifestasi sebagai ruam yang muncul dalam waktu dua jam setelah paparan sinar matahari.

Kondisi tersebut, biasanya, lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria, dan gejalanya sering kali dimulai pada awal masa dewasa. Saat ini, para ilmuwan masih belum tahu penyebab PMLE. Dalam kasus yang jarang terjadi, PMLE bersifat keturunan.

Kemudian, bentuk lain alergi matahari, yang disebut Actinic prurigo, sebagian besar menyerang populasi penduduk asli Amerika di bagian utara, selatan, dan tengah. Gejala-gejala Actinic prurigo sering kali muncul lebih awal dan lebih parah dibandingkan dengan PMLE pada umumnya.

Bentuk umum lain dari alergi sinar matahari adalah erupsi fotoalergi, suatu reaksi kulit yang dipicu oleh interaksi antara sinar matahari dan bahan kimia, baik yang tertelan atau dioleskan pada kulit.

dr. Jaliman menjelaskan, letusan fotoalergi dapat terjadi pada semua jenis kulit, namun individu berkulit terang yang lebih sensitif terhadap sinar matahari lebih mungkin mengalami gejalanya.

Baca juga: Apakah Matahari Benar-benar Terbit dari Timur?

Letusan fotoalergi sering kali disebabkan oleh bahan kimia sintetis yang ditemukan dalam kosmetik topikal, termasuk wewangian musk dan benzofenon, bahan dalam beberapa tabir surya mineral. Namun, bahan alami seperti air jeruk nipis juga bisa memicunya.

Sejumlah obat resep, termasuk antibiotik tertentu, seperti tetrasiklin dan ciprofloxacin; obat berbasis sulfur, seperti hidroklorotiazid; dan isotretinoin, obat yang digunakan untuk mengobati jerawat, juga dapat menyebabkan letusan fotoalergi.

Kemudian, ada urtikaria matahari, bentuk lain dari alergi sinar matahari, meskipun sebagian besar dokter menganggap kondisi ini jarang terjadi. Orang dengan urtikaria matahari cenderung mengalami gatal-gatal dan benjolan pada kulit segera setelah terkena sinar matahari.

Jaliman menegaskan, siapa pun bisa mengalami alergi sinar matahari, meski tidak pernah mengalami reaksi merugikan terhadap radiasi ultraviolet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com