Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Kakatua, di Antara Konservasi dan Pemanfaatannya

Kompas.com - 01/12/2023, 18:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rini Rachmatika*

KAKATUA sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia sebagai burung eksotis, indah dan cerdas. Satwa bersayap yang secara spesifik memiliki ciri paruh yang besar dan khas serta ujung paruh tampak membengkok dan kokoh ini sangat elegan.

Apalagi kelompok burung yang masuk ke dalam famili Cacatuidae ini termasuk pintar menirukan suara.

Baca juga: Burung Kakatua Bisa Ajari Kawannya Cara Buka Tempat Sampah, Studi Jelaskan

Kespesesifikan kakatua dengan jambul di kepalanya yang dapat ditegakkan itu membuatnya burung kakatua lebih eksotis serta memiliki daya pikat tersendiri.

Indonesia sebagai pusat keragaman kakatua dan pada umumnya endemik, tetapi memiliki sebaran alami yang sangat terbatas. Mereka tidak dapat ditemukan di setiap pulau di Indonesia.

Sebaran kakatua terutama terdapat di Kepulauan Maluku, Sulawesi, dan Papua, dua spesies di antaranya hanya tersebar di Sumba, yaitu Cacatua sulphurea citrinocristata dan Cacatua sulphurea abbotti di Kep. Masalembo dan Nusa Penida.

Probosciger aterimus tersebar di Kep. Aru, Maluku. Cacatua galerita dan Cacatua sanguinea tersebar di Papua. Cacatua moluccensis tersebar di Seram, Maluku. Cacatua alba tersebar di Maluku bagian utara (Halmahera).

Cacatua goffini tersebar di Maluku Tenggara (Kep. Tanimbar) dan Cacatua sulphurea sulphurea tersebar di Sulawesi Tengah.

Ditengah banyaknya pemanfaatan kakatua sebagai satwa peliharaan, bahkan perburuan liar yang terus menjadi ancaman, Indonesia sudah melakukan beberapa langkah konservatif untuk melindungi kakatua dari kepunahan.

Pertama, sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu tidak ada pemanfaatan kakatua langsung dari alam sehingga diharapkan populasi alaminya tetap terjaga, meskipun perburuan liar selalu menghantui.

Baca juga: Di Mana Tempat Tinggal Burung Kakatua?

Kedua, semua jenis kakatua sudah dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106 Tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sehingga pemanfaatannya pun hanya diperbolehkan dari hasil penangkaran yang sudah menghasilkan generasi kedua.

Ketiga, beberapa pihak, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap pelestarian kakatua turut berjuang dalam upaya konservasi kakatua baik secara insitu maupun secara eksitu.

Keempat, dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) -sebuah konvensi perdagangan flora dan fauna yang diratifikasi oleh Indonesia sejak tahun 1978- empat dari tujuh jenis kakatua di Indonesia masuk ke dalam daftar Appendiks I, sisanya yaitu kakatua koki (Cacatua galerita), kakatua rawa (Cacatua sanguinea) dan kakatua putih (Cacatua alba) masuk ke dalam Appendiks II.

Masuknya beberapa jenis kakatua ke dalam daftar Appendiks I memberikan konsekuensi bahwa pemanfaatan jenis kakatua di tingkat internasional harus berasal dari hasil penangkaran yang teregistrasi di sekretariat CITES.

Sungguh sangat disayangkan, sebagai salah satu negara yang memiliki populasi alami kakatua endemik, hingga saat ini belum ada satupun fasilitas penangkaran kakatua di Indonesia yang teregistrasi di CITES.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com