Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Payung Purba dari Masa Hindu-Buddha Lewat Relief Candi Sukuh

Kompas.com - 07/09/2022, 11:00 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Sejak zaman dahulu kala, masyarakat nusantara telah mengenal penggunaan dan fungsi payung. Hal ini dibuktikan oleh penggambaran payung purba pada panel relief Candi Sukuh, Karanganyar, Solo.

Arkeolog Universitas Malang Dwi Cahyono menjelaskan mengenai pahatan payung pada panel-panel relief Candi Sukuh yang berasal dari Masa Hindu-Buddha.

Pahatan payung pada panel relief Candi Sukuh

Salah satu panel relief pada Candi Sukuh menggambarkan keberangkatan para prajurit menuju medan laga.

Di antara prajurit berkuda dan beberapa prajurit lain yang berjalan kaki sambil membawa tombak, ada seseorang yang membawa payung.

M Dwi Cahyono Pahatan payung pada relief Candi Sukuh

Selain panel relief tersebut, juga ada panel relief lain yang juga menunjukkan pahatan tiga payung dalam sesi arak-arakan.

Baca juga: Relief Candi Jago Ungkap Gambaran Siksa Neraka, Ini Kata Arkeolog

Pada relief tersebut, tampak seorang pria memegang kendali "anjing pembuka jalan" diikuti tiga orang inang yang salah satunya membawa payung. Di belakang mereka, ada seorang tokoh yang mengendarai kuda diikuti seorang tokoh disertai inang pembawa payung dan tokoh lainnya yang juga disertai oleh inang pembawa payung. Di belakang mereka, ada juga dua tokoh lain.

Relief ini berada di sisi atas sebuah dinding yang tersusun dari balok-balok batu. Permukaan atas dinding difungsikan sebagai saluran air menuju ke komponen arsitektural menyerupai obeliks berpahatkan relief cerita Dewa Ruci serta Amretamantana sebagai media sakralisasi air.

Siapa boleh pakai payung pada masa Hindu-Buddha?

Dwi menjelaskan bahwa tidak semua orang pada pada Masa Hindu-Buddha boleh memiliki dan menggunakan payung beratap bulat dan berukuran besar yang ditampilkan dalam relief.

Payung dengan sebutan arkais "pajong wlu" tersebut hanya boleh dimiliki dan digunakan oleh keluarga raja dan bangsawan. Rakyat jelata juga tidak boleh menggunakannya, kecuali orang yang mendapat anugerah (waranugraha) istimewa berupa status perdikan seperti Sima atau swatantra.

Baca juga: Sejarah Candi dan Ciri Candi di Jawa Tengah

Artinya, tokoh yang dinaungi payung dalam relief Candi Sukuh tentu memiliki kedudukan sosial tinggi, yakni keluarga raja dan bangsawan. Prakiraan ini, ujar Dwi, diperkuat oleh adanya relief seseorang yang tengah mengendarai kuda.

Inang yang membawa payung juga digambarkan dengan postur tubuh lebih kecil dari orang yang dipayunginya. Posisinya juga berada di belakang. Mereka bertugas memegang payung untuk menaungi orang yang bekedudukan sosial lebih terhormat dari terik matahari ketika melakukan perjalanan jauh.

Penampakan para pembawa payung ini mengingatkan Dwi pada para abdi dalem pembawa payung yang di era kesultanan Jawa disebut dengan "abdi dalem penyongsong". Untuk diketahui, "songsong" sendiri menunjuk pada payung besar beratap bulat dan bertangkai panjang.

Apa bahan payung masa Hindu-Buddha?

Dwi berkata bahwa bahan yang digunakan untuk atap payung pada masa Hindu-Buddha, khususnya masa akhir Majapahit, tidak diketahui dengan pasti. Payung purba bisa jadi terbuat dari kain atau kertas.

Akan tetapi jika berbahan kertas, maka artinya masyarakat pada masa itu telah memiliki kemampuan untuk membuat kertas berukuran besar.

Jika kertas, ada kemungkinan juga bahwa kertas tersebut adalah kertas daluwang atau druwang yang terbuat dari kambium kulit pohon daluwang. Bahan ini juga digunakan pada payung tradisional Jepang, Thailand dan China.

Terkait bentuknya yang bulat, Dwi berkata bahwa hal itu bisa jadi diinspirasi oleh bangunan rumah jenis "soko tunggal" ataupun bangunan lain di lingkungan karsyan yang disebut "patani jamur".

Lalu, ada kemungkinan atap payung memiliki rangka berjeruji sehingga bisa dibuka dan ditutup seperti payung masa kini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com