Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Temukan Bau Paling Enak di Dunia, Apa itu?

Kompas.com - 07/04/2022, 13:03 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber NPR

KOMPAS.com - Peneliti dari Swedia dan Inggris bekerja sama untuk menjawab pertanyaan yang hampir membuat setiap orang penasaran, yakni bau apa yang paling enak di dunia?

Hasil penelitian menemukan, bahwa kebanyakan orang, meski berasal dari budaya dan latar belakang yang berbeda, menganggap vanila sebagai aroma yang paling menyenangkan di planet ini.

Selain vanila, studi kolaboratif antara Institut Karolinska Swedia dan Universitas Oxford juga mengungkap, aroma yang paling enak lainnya adalah etil butirat yang berbau seperti buah persik. Sementara urutan ketiga adalah linalool yang memiliki aroma bunga.

Baca juga: Bukan Keringat, Inilah Penyebab Bau Badan Tidak Sedap

Bau yang paling tidak populer dalam penelitian ini adalah asam isovalerat, yang dikenal memiliki bau yang menyengat dan tidak menyenangkan, terkait dengan keju, susu kedelai, dan keringat.

Artin Arshamian, peneliti di Institut Karolinska dan salah satu penulis studi mengatakan, manusia mungkin memiliki preferensi penciuman yang sama karena membantu mereka bertahan hidup.

Kenikmatan aroma terkait dengan struktur molekul bau makanan yang dapat dimakan sebanyak 41 persen. Sederhananya, manusia cenderung menikmati banyak bau yang sama karena perasaan yang mengakar bahwa suatu barang aman untuk dimakan.

Seperti dikutip dari NPR, Rabu (6/4/2022) dalam studi ini, peneliti pun ingin mengetahui bagaimana persepesi bau tercipta.

Dalam studi ini, peneliti melibatkan 225 peserta dari sembilan budaya non-Barat yang beragam, termasuk individu dari komunitas yang sedikit memiliki kontak dengan dunia Barat untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Mereka kemudian diminta untuk mengendus 10 aroma unik dan mengurutkannya dari bau yang paling enak.

"Kami ingin mengetahui apakah orang di seluruh dunia memiliki persepsi bau yang sama dan menyukai jenis bau yang sama. Atau apakah ini sesuatu yang dipelajari secara budaya," kata Arshamian.

Baca juga: Pikat Serangga, Bunga Semprotkan Aroma Wangi Saat Lebah Mendekat

Anehnya, ilmuwan menemukan bahwa budaya peserta hanya berpengaruh 6 persen terhadap persepsi bau seseorang. Sementara preferensi pribadi atau sebanyak 54 persen persen justru menjadi pertimbangan dalam hal bau.

"Secara tradisional bau telah dilihat sebagai budaya, tetapi kami menunjukkan bahwa budaya tak ada hubungannya dengan itu," paparnya lagi.

Ini menjelaskan mengapa hidangan seperti ikan herring yang difermentasi mungkin menggugah selera bagi sebagian orang, tetapi bagi orang lain dianggap sebagai bau paling menjijikan.

"Sekarang kita tahu bahwa ada persepsi bau universal yang didorong oleh struktur molekul dan itu menjelaskan mengapa kita menyukai atau tak menyukai bau tertentu," jelas Arshamian.

Temuan dipublikasikan di Current Biology.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com