Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Level 3 di Jabodetabek, Bandung, hingga Bali, Epidemiolog: Pilihan Ideal Minimalisir Gelombang Ketiga

Kompas.com - 07/02/2022, 20:45 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Bali akan berstatus level 3 dalam perpanjangan Pemberlakuan Pembatsan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Daerah aglomerasi di Pulau Jawa -Bali yang akan berstatus PPKM level 3 yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), DI Yogyakarta, Bali dan Bandung Raya.

"Berdasarkan level asesmen, aglomerasi Jabodetabek, DIY, Bali, dan Bandung Raya akan ke level 3," ujar Luhut dalam konferensi pers evaluasi PPKM yang digelar secara daring pada Senin (7/2/2022).

Baca juga: Bagaimana Cara Menentukan Infeksi Omicron? Ini Penjelasan Kemenkes

Menanggapi penepatan PPKM level 3 di sejumlah daerah aglomerasi di Jawa-Bali ini, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa dirinya setuju dengan kebijakan yang diambil tersebut.

"Untuk Jawa-Bali, memang level 3 PPKM ini sudah cukup ideal menurut saya, karena apa? Ini tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2022).

Menurut Dicky, PPKM ini masih diperlukan untuk menjadi payung, dari efektivitas intervensi 3T (tracing, testing, dan treatment), protokol kesehatan 5M, serts vaksinasi Covid-19.

"Sebenarnya PPKM masih kita butuhkan sampai status pandemi ini dicabut," kata Dicky.

Waktunya respons strategi minimalisir gelombang ketiga

Lebih lanjut, kata dia, sekarang dengan adanya peningkatan level 3 PPKM ini, maka sebetulnya satu hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana implementasi mitigasi atau respons strategi yang dilakukan di lapangan.

Ada beberapa poin yang penting untuk dijalankan atau diatur lebih tegas lagi strateginya, yakni bagaimana tracing dan deteksi kasus bisa lebih cepat dan akurat, dan yang jauh lebih penting lagi adalah mengenai isolasi dan karantina.

"Bagaimana kita bisa mencegah dan memutus mata rantai kasus penularan infeksi Covid-19, kalau isolasi dan karantina belum efektif dari sisi kualitas dan kuantitas," kata dia.

Mengenai sisi kualitas karantina, menurut Dicky, cukup dengan 7 hari karantina dan isolasi bagi pasien tanpa gejala atau yang bergejala ringan.

Sementara, mengenai sisi kuantitas dari isolasi dan karantina yakni mengenai jumlah massa atau pasien terkonfirmasi positif yang bisa disembuhkan hanya dengan membutuhkan perawatan isolasi atau karantina mandiri.

Ia menyebutkan, standar ideal yang baik dalam proporsi isolasi dan karantina yang sudah termasuk baik adalah di mana 80 persen dari total keseluruhan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 bisa melakukan isolasi dan karantina mandiri saja.

"Misalnya jika ada yang terinfeksi 1000 orang, atau 30.000 orang, maka 80 persennya dari ini cukup isolasi mandiri. Tidak mesti intensif di fasilitas kesehatan. Ini standar yang baik," ujarnya.

Baca juga: Beredar Pesan Berantai Resep Obat Herbal untuk Infeksi Omicron, Benarkah Efektif?

Dengan begitu, kemungkinan besar, pasien terkonfirmasi positif yang harus dirawat intensif memang benar-benar pasien yang belum pernah divaksin Covid-19 ataupun memiliki komorbid tidak terkontrol.

Nah, untuk menjamin sisi kuantitas isolasi dan karantina ini juga sangat erat berkaitan dengan kebijakan PPKM.

Di mana, jika PPKM dilakukan, kata Dicky, akan membantu tingkat efektivitas tracing, agar tidak banyak pasien positif Covid-19 yang lolos dan tidak terdata satgas Covid-19.

"Dengan adanya penerapan PPKM ini, maka pergerakan orang-orang akan terbatas, terutama mereka yang belum divaksinasi," ujarnya.

"Ya itu memang risiko, memang harus seperti itu upayanya untuk meminimalisir penularan yang lebih banyak," tegasnya.

Baca juga: Epidemiolog Sebut Masih Akan Ada Banyak Kasus Infeksi Covid-19, Ini Penyebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com