KOMPAS.com- Dalam laporan terbaru Climate Change Performance Index 2021 menyebutkan kebijakan iklim Indonesia dinilai masih tidak selaras dengan Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Laporan yang dikeluarkan oleh Newclimate Institute, Climate Action Network dan Germanwatch di minggu ini menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat ke 24.
Kendati ini artinya Indonesia mengalami naik 15 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi Indonesia masih termasuk kategori sedang dalam indeks kinerja perubahan iklim 2021.
Untuk diketahui, penentuan peringkat ini didasarkan oleh kinerja agregat dari suatu negara yang dimasukkan ke dalam 14 indikator, dan empat kategori yaitu emisi gas rumah kaca, energi terbarukan, penggunaan energi dan kebijakan iklim. Dengan rincian sebagai berikut.
Baca juga: UNEP Desak Pemerintah Lakukan Pemulihan Hijau, Apa Pentingnya bagi Iklim Dunia?
Menurut data yang ada juga, untuk Indonesia sendiri, penurunan emisi yang terjadi pada tahun 2020 ini dikarenakan pengaruh adanya pandemi Covid-19, musim yang lebih basah dan berkurangnya pembakaran hutan di tahun ini.
Data laporan terbaru ini pun menuai komentar dari para aktivis lingkungan, agar pemerintah bertindak lebih serius lagi dalam menyusun strategi menghadapi persoalan iklim yang ada untuk menghindari dampaknya di kemudian hari.
Sebab, meskipun ada peningkatan dalam beberapa kategori, para aktivis lingkungan mengingatkan potensi naiknya emisi di tahun-tahun yang akan datang dan dampak perubahan iklim masih bisa terjadi.
Baca juga: 5 Alasan Negara Perlu Tegas Ambil Kebijakan soal Perubahan Iklim
Jadi penting sekali memastikan secara konkret serta selaras kebijakan iklim baik di level nasional dan internasional.
Berikut beberapa sorotan aktivis lingkungan terhadap kebijakan iklim Indonesia yang belum sesuai target ini.
Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI, Yuyun Harmono mengatakan hasil dari laporan yang ada tersebut menunjukkan bahwa adanya kontradiksi kebijakan iklim dengan banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Seperti kebijakan terbaru seperti revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara, Undang-undang yang inkonstitusional seperti Undang-undang Cipta Kerja (UU Cilaka) serta peraturan lain yang memperbolehkan eksploitasi lahan gambut, alih fungsi hutan lindung untuk pertanian skala besar.