Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Minuman Manis Kepung Remaja Indonesia, Saatnya Ada Cukai Gula

Kompas.com - 21/08/2020, 18:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Rizka Maulida

SEPEREMPAT penduduk Indonesia merupakan remaja berusia 10-24 tahun. Dalam beberapa dekade ke depan, mereka akan tumbuh menjadi dewasa usia produktif yang menggerakkan perekonomian negara.

Namun, dengan pola konsumsi gula yang telah melewati batas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para remaja tersebut saat dewasa berisiko terkena diabetes melitus dan obesitas sehingga kurang produktif pada masa depan.

Walau bangsa Indonesia secara politik telah merdeka 75 tahun, kita belum sepenuhnya merdeka dari “kepungan” makanan dan minuman manis yang bisa merusak kesehatan.

Penting bagi kita dan pemerintah untuk memastikan bahwa remaja-remaja Indonesia memiliki kehidupan yang sehat dan produktif setelah mereka dewasa.

Remaja mulai banyak mendapat kebebasan dalam memilih makanan dan minuman terutama di luar rumah, sehingga perlu dikembangkan suatu upaya yang lebih mudah bagi mereka untuk membuat pilihan yang lebih sehat.

Masalahnya, upaya itu tidak mudah karena industri makanan dan minuman menyasar para remaja sebagai konsumen saat ini dan masa depan.

Riset saya pada remaja dengan sampel 681 siswa di beberapa SMP negeri di Jakarta pada 2014 menemukan bahwa remaja dari keluarga yang kurang mampu akan lebih memilih makanan atau minuman berdasarkan harga dan kemudahan akses ketimbang nilai kesehatan dari makan atau minuman tersebut.

Riset ini memperkuat temuan beberapa penelitian sebelumnya yang telah melaporkan bahwa harga makanan atau minuman merupakan hal utama dalam pemilihan makanan atau minuman. Riset lain juga menyebutkan bahwa pada umumnya makanan atau minuman yang sehat cenderung lebih mahal dari makanan atau minuman yang tidak sehat.

Karena itu, rencana pemerintah Indonesia mengenakan cukai minuman manis Rp 1.500 per liter untuk mengurangi risiko diabetes melitus dan obesitas pada remaja merupakan langkah yang tepat dan layak kita dukung.

Minuman manis yang berbahaya

Di Indonesia, saat cuaca panas, minuman dingin manis mudah dibeli di mana saja, di penjual jalanan, warung di pinggir jalan, sampai supermarket kelas atas.

Kita dapat dengan mudah menemukan minuman manis di kantin-kantin sekolah dasar hingga menengah atas, bahkan universitas. Alternatif dari minuman sejenis ini biasanya hanya air mineral saja dengan harga yang bahkan kadang lebih mahal dari minuman manis tersebut.

Banyak minuman dalam kemasan seperti jus, kopi, dan teh serta sports drink tidak baik untuk kesehatan karena umumnya ditambahi gula seperti gula pasir, gula merah, corn syrup, fruktusa, glukosa, laktosa, dan madu oleh perusahaan yang memproduksinya.

Kalori yang didapatkan dari minuman-minuman ini tidak memiliki nilai gizi dan tidak dapat memberikan rasa kenyang seperti makanan padat pada umumnya.

Oleh karena itu, konsumsi minuman dengan gula tambahan dapat berakibat pada kenaikan berat badan yang tidak sehat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com