JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 0,87 persen masyarakat Indonesia tinggal di rumah yang berada di bawah kabel listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Merujuk publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Statistik Perumahan dan Permukiman 2022, kondisi ini banyak terjadi di perkotaan.
Padahal, rumah yang layak dan memiliki daya tahan baik apabila dibangun di lokasi yang tidak berbahaya serta berstruktur permanen.
Terkait hal ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pembangunan rumah yang dekat dengan SUTET perlu memerhatikan aturan yang ada.
"Tentu ada ininya (aturannya) di energi, di PLN, acuannya itu saja," tutur Herry kepada media saat ditemui usai acara Neighborhood Densification di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Namun demikian, Herry mengupayakan agar rumah yang diberikan fasilitas kemudahan dan bantuan, tidak dibangun di area berbahaya atau dekat SUTET.
Baca juga: Hampir Empat Tahun, Ganti Rugi Pembangunan SUTET di Langkat Belum Direalisasikan
"Ketika dia memenuhi itu (masuk dalam zona berbahaya SUTET) ya tidak kita sarankan untuk menjadi rumah, terutama yang diberikan fasilitas kemudahan dan bantuan," imbuh Herry.
Sebagai informasi, ruang bebas dan jarak bebas minimum SUTET telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, dan/atau Tanaman yang Berada di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik.
Aturan tersebut mencabut Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2019, Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2018, dan Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2015.
Berikut aturannya: