Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermula dari Kontrak 30.000 Pikul, Sultan Palembang Bawa Pekerja Timah Asal China

Kompas.com - 06/11/2022, 11:00 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Pekerja tambang timah asal China mulai berdatangan secara resmi di Kepulauan Bangka Belitung pada abad ke-18 sekitar tahun 1724.

Tenaga kerja dari luar daerah terpaksa didatangkan karena sultan harus memenuhi kuota timah yang disepakati dengan Belanda.

Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian mengatakan, kontrak penyediaan timah mulai dibuat pada tahun 1710.

Baca juga: Siap-siap, Rakyat Akan Kuasai Timah Laut di Bangka Belitung

Kontrak tersebut selalu diperbarui sesuai permintan timah di pasaran.

Dalam salah satu kontrak diketahui, bahwa Sultan Palembang Mahmud Badaruddin 1 harus menyediakan timah sebanyak 30.000 pikul.

Timah tersebut dalam bentuk hasil peleburan sederhana yang ukurannya sebesar tempurung kelapa.

"Jumlah timah yang harus disediakan cukup banyak sehingga didatangkan pekerja dari China," kata Akhmad saat kegiatan Kelakar Sejarah dan Budaya di Museum Timah Pangkalpinang, Sabtu (5/11/2022).

Akhmad menuturkan, sebelum kontrak dengan Belanda dibuat, pekerja asal China sudah ada di Bangka.

Para pelajar saat kegiatan Kelakar Sejarah dan Budaya di Museum Timah Indonesia Pangkalpinang, Bangka Belitung, Sabtu (5/11/2022).KOMPAS.com/HERU DAHNUR Para pelajar saat kegiatan Kelakar Sejarah dan Budaya di Museum Timah Indonesia Pangkalpinang, Bangka Belitung, Sabtu (5/11/2022).
Namun sifatnya belum resmi, dan jumlahnya masih sedikit.

"Pekerja ini tidak langsung dari daratan China. Tapi diambil dari semenanjung Malaya seperti dari Vietnam dan Thailand," ujar Akhmad yang juga mantan kepala Dinas Pariwisata Pangkalpinang.

Selain untuk menambah jumlah tenaga kerja di Bangka, kedatangan pekerja China juga untuk memperkenalkan teknologi penambangan.

Pekerja China dinilai inovatif menciptakan berbagai peralatan penambangan dari bahan-bahan sederhana.

"Ada rantai untuk menggaruk tanah yang bukan dari besi, tapi terbuat dari kayu. Kincirnya disebut Chincia digerakkan air yang mengalir," ungkap Akhmad.

Di sisi lain, Akhmad mengungkapkan, kehadiran pekerja dari luar karena kurangnya minat penduduk lokal untuk bekerja di sektor pertambangan.

"Penduduk lokal sudah ada kerja di kebun dan sebagai nelayan. Mereka tidak siap kemudian harus menambang. Memang ini tidak mudah butuh kerja keras," ujar penulis buku berjudul Kampoeng di Bangka itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com