Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun IKN, Pemerintah Diminta Petakan Tata Ruang Hutan Adat

Kompas.com - 04/04/2022, 12:30 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta untuk memetakan tata ruang lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terhadap hutan adat.

Ini dilihat dari apakah ada persinggungan lahan IKN dengan wilayah hutan adat serta bagaimana dampak pembangunan tersebut terhadap hak masyarakat adat atas tanah mereka, dan lain sebagainya.

Baca juga: Lahan IKN Dipastikan Clean and Clear dan Bukan Mainan Spekulan

Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada mengungkapkan langkah awal yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan data seputar kepemilikan lahan atau tanah yang digunakan di IKN, baik kelompok maupun individu.

“Di sekitar lokasi IKN sudah banyak pendatang dari Jawa dan Sulawesi. Mereka di sana sudah
bergenerasi," terang Rikardo dalam rilis, Minggu (3/4/2022).

Misalnya, orang-orang dari Jawa didatangkan untuk industri migas dan untuk proyek transmigrasi.

Sedangkan masyarakat dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan Tengah datang untuk alasan
memperbaiki hidup.

Sehingga, klaim adanya tanah adat dengan penguasaan komunal di sekitar lokasi IKN Nusantara memang perlu dilakukan dengan hati-hati.

Baca juga: Ini Strategi Kementerian ATR/BPN Cegah Spekulan Tanah di IKN

Terlepas dari itu, Pemerintah perlu serius mendata kepemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan lahan untuk keperluan perolehan tanah di IKN Nusantara.

"Hal itu perlu karena bagi tanah-tanah yang tidak bersertifikat dan berada di Areal Penggunaan Lain (APL), Kantor Pertanahan (Kantah) setempat tidak memegang datanya. Harus mendapatkannya di kantor desa atau kecamatan,” tambah Rikardo.

Menurut Ketua Dewan Pembina Yayasan Pusaka Bentala Rakyat & Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) Emil Kleden, dibutuhkan prinsip free, prior, dan informed consent (FPIC) dalam membangun IKN Nusantara.

Pada dasarnya, masyarakat memiliki hak mendapatkan informasi (informed) sebelum (prior) program atau proyek pembangunan dilaksanakan di wilayah mereka.

Berdasarkan informasi tersebut, mereka secara bebas (free) bisa menyatakan setuju (consent)
atau menolak.

“Prinsip dasar ini penting dijadikan panduan utama bagi pemerintah dalam menjalankan pembangunan IKN," ungkap Emil.

Dia mengingatkan, konflik pada umumnya terkait dengan hak masyarakat atas tanah. Hak tersebut perlu dipenuhi agar proses pembangunan mendapatkan dukungan ke depannya.

Penerapan dari prinsip FPIC ini bisa dilakukan dengan cara memastikan persetujuan masyarakat adat ini disepakati tanpa merugikan pihak tertentu dari komunitas tersebut (seperti perempuan dan anak muda), tidak didasari informasi menyesatkan, serta penafsiran sepihak akan hukum berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com