Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Belajar dari Jepang: Negara Maju yang Menua

Kompas.com - 15/02/2024, 10:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Our predecessors overcame many troubles and much suffering, but each time got back up stronger than before." - Shinzo Abe

MASYARAKAT Indonesia pasti familiar dengan Jepang: entah dari industri otomotifnya yang maju, masyarakatnya yang disiplin, serta kuliner dan budaya pop culture-nya mendunia.

Di mata negara-negara lain, Jepang selalu dipandang sebagai negara maju. Namun, di balik itu semua, Jepang nyatanya menyimpan beberapa masalah terpendam yang sangat mengancam keberlangsungan ekonomi dan masa depan negaranya.

Apa yang dikatakan oleh mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada pembuka artikel ini, sepertinya perlu mendapatkan pembuktian kembali dalam beberapa tahun kedepan. Mengapa demikian?

Faktanya, lebih dari sepertiga penduduk Jepang saat ini ternyata adalah lansia yang berusia lebih dari 65 tahun.

Sedangkan, jumlah penduduk angkatan kerja usia produktif di Jepang tiap tahun terus berkurang secara signifikan.

Hal ini dipengaruhi angka kelahiran di Jepang beberapa tahun belakangan yang justru lebih sedikit dibandingkan angka kematian penduduknya.

Selain itu, budaya kerja konservatif, tingginya senioritas, serta birokrasi kerja berlapis yang mematikan inovasi juga mengancam kaum muda usia kerja di Jepang saat ini.

Hal ini ternyata berpengaruh terhadap kesehatan mental, yang menyebabkan tingkat depresi tinggi pada kalangan pemuda usia produktif di Jepang.

Fenomena ini kini populer dengan istilah ageing society, ditandai banyaknya penduduk usia lanjut yang seringkali berpengaruh besar terhadap ekonomi di suatu negara.

Pada artikel ini, akan dibahas mengapa Jepang termasuk dalam salah satu negara maju yang kini menderita fenomena ageing society, dan pelajaran berharga apa yang bisa diambil darinya.

"Ageing Population"

Ageing Population (penuaan populasi) ditandai dengan menurunnya populasi penduduk di suatu negara. Pada empat tahun terakhir, Jepang mengalami penyusutan populasi penduduk yang sangat signifikan.

Tahun 1973, misalnya, angka kelahiran di Jepang mencapai 2 juta bayi. Fenomena ini berbeda dengan tahun 2022 yang hanya mencapai 800.000 bayi.

Di saat yang sama, angka kematian penduduk di Jepang ternyata mencapai hampir dua kali angka kelahirannya, yakni mencapai 1,58 juta jiwa.

Artinya, Jepang telah kehilangan sekitar 800.000 jiwa penduduknya hanya dalam waktu satu tahun.

Idealnya, untuk mempertahankan populasi, setidaknya setiap satu perempuan di Jepang seharusnya melahirkan dua orang anak. Namun, kini rasio kelahiran perempuan di Jepang hanya berada di angka 1,3 bayi per perempuan.

Akibatnya, banyak sekolah-sekolah pada tingkat dasar di Jepang yang tutup akibat tidak adanya murid yang mendaftar maupun bersekolah di sana.

Parahnya lagi, nyatanya angka penjualan popok untuk bayi justru lebih rendah bila dibandingkan dengan angka penjualan popok untuk lansia di Jepang.

Selain itu, 40 persen perusahaan-perusahaan di Jepang nyatanya masih mempekerjakan penduduk non-produktif yang berusia di atas 70 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com