Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Marina Ika Sari
Peneliti

Peneliti di The Habibie Center. Alumnus Magister Diplomasi Pertahanan, Universitas Pertahanan

Proyeksi Hubungan Segitiga AS-Taiwan-China Pasca-Pilpres Taiwan

Kompas.com - 14/02/2024, 13:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENANGAN Lai Ching-te pada pemilu presiden Taiwan (13/1/2024) menandai berkuasanya Democratic Progressive Party (DPP) selama tiga periode berturut-turut sejak Presiden Tsai Ing-wen menjabat pada 2016 dan terpilih kembali pada 2020.

Lai mengungguli kedua rivalnya dengan perolehan suara 40,05 persen (5.586.019 suara), sementara Hou Yu-ih dari Kuomintang (KMT) memperoleh 33,49 persen (4.671.021 suara) dan Ko Wen-je dari Taiwan People’s Party (TPP) dengan 26,46 persen (3.690.466 suara).

Namun, DPP gagal mengamankan kursi mayoritas di parlemen karena hanya berhasil meraih 51 kursi legislatif, kalah satu suara dari KMT yang berhasil memperoleh 52 kursi.

Mengingat DPP menguasai eksekutif dan KMT menguasai legislatif, maka proses pengambilan keputusan di dalam pemerintahan Taiwan ke depan akan semakin menarik untuk dicermati, terutama terkait dengan hubungan lintas selat.

Arah kebijakan luar negeri Taiwan

Lai Ching-te merupakan seorang dokter sebelum ia terjun ke dunia politik pada akhir 1990-an. Ia memulai perjalanan karier politiknya sebagai Legislatif Yuan yang mewakili Kota Tainan, Wali Kota Tainan dari 2010 hingga 2017, Perdana Menteri pada masa Presiden Tsai Ing-wen, dan jabatan terakhirnya adalah Wakil Presiden.

Setelah keluar menjadi pemenang dalam kontestasi pemilu 2024, Lai akan dilantik sebagai Presiden Taiwan ke-16 pada 20 Mei mendatang.

Mewakili partai yang dikenal anti-China, Lai akan melanjutkan kebijakan luar negeri dan kebijakan lintas selat dari Presiden Tsai yang berfokus pada penyeimbangan internal dan eksternal dalam menghadapi China.

Ia merumuskan strategi empat pilar perdamaian, yaitu pencegahan, diversifikasi ekonomi, penguatan kemitraan dengan negara-negara demokratis, dan mempertahankan kebijakan lintas selat yang pragmatis dan berprinsip.

Secara internal, Lai akan memperkuat pertahanan Taiwan mengingat aktivitas militer yang terus digencarkan China di Selat Taiwan.

Ia akan meningkatkan belanja pertahanan pulau tersebut hingga 2,5 persen PDB dan mendukung perpanjangan periode wajib militer dari empat bulan menjadi satu tahun.

Secara eksternal, Lai akan mempererat hubungan dengan Amerika Serikat (AS) sebagai mitra strategis Taiwan untuk menjamin keamanan pulau tersebut dan juga dengan negara-negara demokrasi lainnya.

Terkait dengan isu kedaulatan Taiwan, Lai telah memoderasi sikapnya dari yang sebelumnya sebagai tokoh pro-kemerdekaan menjadi lebih memilih untuk mempertahankan ‘status quo’ di Selat Taiwan.

Ia menggemakan kembali pernyataan Presiden Tsai yang menekankan bahwa Taiwan sudah menjadi negara berdaulat, sehingga tidak perlu mendeklarasikan kemerdekaannya lagi.

Selain itu, Lai dan DPP juga akan tetap mengambil sikap tegas untuk menolak usulan China terkait unifikasi berdasarkan Konsensus 1992 yang memuat Prinsip Satu China dan Satu Negara, Dua Sistem.

Terpilihnya Lai menuai respons beragam dari berbagai negara. AS dan beberapa sekutunya seperti Jepang, Inggris, Filipina, Singapura memberikan ucapan selamat atas suksesnya pemilu Taiwan yang demokratis dan terpilihnya Lai sebagai presiden yang baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com