WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Donald Trump (77) memenangi pemilihan pendahuluan (primary) Partai Republik di Negara Bagian New Hampshire, Amerika Serikat (AS), Selasa (23/1/2024).
Ia mengalahkan pesaingnya, Nikki Haley, dan melanjutkan perjalanannya mengunci posisi calon presiden (capres) dari Partai Republik guna mengincar masa jabatan kedua di Gedung Putih pada November mendatang.
Di tengah upaya-upayanya kembali menjadi Presiden AS, Trump juga sedang menghadapi sejumlah dakwaan pidana.
Baca juga: Mengapa Banyak Orang Masih Ingin Donald Trump Jadi Presiden AS meski Kontroversial?
Mulai dari perannya dalam kerusuhan Capitol Hill, dugaan campur tangan pemilu di Negara Bagian Georgia, membawa dokumen rahasia ke rumah, uang tutup mulut yang diberikan kepada bintang film dewasa Stormy Daniels, dan kasus pencemaran nama baik E Jean Carroll yang menuduhnya melakukan pemerkosaan pada 1990-an.
Ia kemudian memanggil para pendukungnya mendatangi gedung Kongres atau Capitol Hill pada 6 Januari 2021, meminta mereka berjuang sekuat tenaga mempertahankan kedudukannya.
Saat itu Kongres sedang mengesahkan penghitungan suara Electoral College yang dimenangi Biden.
Sekitar 2.000 pendukung Trump menyerbu Capitol, menggeledah kantor Kongres, dan bentrok dengan polisi.
Sejauh ini, sekitar 1.000 perusuh telah didakwa dengan tindak pidana dan kira-kira setengahnya telah dihukum.
Laporan Panel Kongres AS yang menyelidiki kerusuhan Capitol Hill mengatakan, Trump harus mendapat tuntutan pidana karena hasutannya.
Trump dalam komentar yang diunggah ke media sosial Truth Social miliknya setelah rilis laporan itu menyebutnya sangat partisan. Menurutnya, komite gagal mempelajari alasan protes pada 6 Januari 2021 serta adanya penipuan pemilu.
Baca juga: Mengenal Electoral College, Kunci Kemenangan di Pilpres AS
Trump dilaporkan membawa dokumen-dokumen itu ketika masih menjabat sebagai presiden ke-45 AS, padahal seharusnya dia menyerahkannya ke badan Arsip Nasional.
Taipan real estat itu secara sukarela mengembalikan beberapa dokumen setelah otoritas memintanya, tetapi Departemen Kehakiman AS yakin masih ada yang disimpan di Mar-a-Lago.
Departemen Kehakiman lalu mendapat surat perintah penggeledahan dari pengadilan pada Agustus 2022, dan agen FBI menemukan lebih banyak dokumen rahasia di rumah suami Melania itu.