Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Kota Kuno Berusia 2.500 Tahun di Hutan Amazon, Tersembunyi dalam Pepohonan Lebat

Kompas.com - 13/01/2024, 21:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

UPANO, KOMPAS.com - Sebuah kota kuno berukuran besar telah ditemukan di Amazon, tersembunyi dalam pepohonan lebat selama ribuan tahun.

Penemuan ini mengubah apa yang kita ketahui tentang sejarah masyarakat yang tinggal di Amazon.

Rumah-rumah dan alun-alun di daerah Upano di Ekuador timur dihubungkan oleh jaringan jalan dan kanal yang menakjubkan.

Baca juga: Peru Sita 4.000 Penyu Amazon Hidup yang Akan Diekspor ke Indonesia

Daerah tersebut terletak di bawah bayang-bayang gunung berapi yang membuat tanah menjadi subur tetapi juga kemungkinan menyebabkan kehancuran masyarakat setempat.

Teknologi pemindaian LiDAR menemukan 6.000 platform persegi panjang berukuran sekitar 20 meter kali 10 meter dan tinggi antara dua hingga tiga meter.SCIENCENEWS via BBC INDONESIA Teknologi pemindaian LiDAR menemukan 6.000 platform persegi panjang berukuran sekitar 20 meter kali 10 meter dan tinggi antara dua hingga tiga meter.
Meskipun kita mengetahui tentang kota-kota di dataran tinggi Amerika Selatan, seperti Machu Picchu di Peru, diyakini bahwa mereka hanya hidup secara nomaden atau di permukiman kecil di Amazon.

"Ini lebih tua dibandingkan situs lain yang kita kenal di Amazon. Kita mempunyai pandangan Eurosentris mengenai peradaban, namun ini menunjukkan kita harus mengubah gagasan kita tentang apa itu budaya dan peradaban," kata Prof Stephen Rostain, Direktur National Centre for Scientific Research di Prancis yang memimpin penelitian tersebut.

"Ini mengubah cara kita memandang budaya Amazon. Kebanyakan orang menggambarkan kelompok-kelompok kecil, kemungkinan telanjang, tinggal di gubuk dan membuka lahan--ini menunjukkan orang-orang zaman dahulu hidup dalam masyarakat perkotaan yang rumit," kata Antoine Dorison, yang menuliskan hasil penelitian ini.

Para arkeolog telah mempelajari gundukan buatan manusia di Lembah Upano selama beberapa dekade, namun pemindaian LiDAR memberi mereka pemandangan lanskap yang belum pernah ada sebelumnya.SCIENCENEWS via BBC INDONESIA Para arkeolog telah mempelajari gundukan buatan manusia di Lembah Upano selama beberapa dekade, namun pemindaian LiDAR memberi mereka pemandangan lanskap yang belum pernah ada sebelumnya.
Kota ini dibangun sekitar 2.500 tahun silam, dan orang-orang tinggal di sana hingga 1.000 tahun, menurut para arkeolog.

Sulit untuk memperkirakan secara akurat berapa banyak orang yang tinggal di sana pada suatu kurun tertentu, tetapi para ilmuwan mengatakan jumlahnya pasti mencapai 10.000 atau 100.000.

Para arkeolog menggabungkan antara upaya eskavasi dan survei area seluas 300 km persegi dengan menggunakan sensor laser yang diterbangkan dengan pesawat.

Survei dari udara itu dapat mengidentifikasi sisa-sisa kota di bawah tetumbuhan dan pepohonan lebat.

Baca juga: Sungai Amazon Kian Kering, Terparah dalam Lebih dari Seabad

BBC INDONESIA Permukiman yang luas ditemukan oleh sensor radar.
Teknologi LiDAR ini menemukan 6.000 platform persegi panjang berukuran sekitar 20 meter kali 10 meter dan tinggi antara dua hingga tiga meter.

Struktur itu disusun dalam kelompok yang terdiri dari tiga hingga enam unit di sekitar alun-alun dengan platform pusat.

Para ilmuwan yakin banyak di antaranya merupakan rumah, tetapi ada juga yang digunakan untuk keperluan seremonial.

Dan ada satu kompleks, di Kilamope, yang memiliki platform berukuran 140 meter kali 40 meter.

Halaman:

Terkini Lainnya

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Global
Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Global
Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Global
 Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Global
Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Global
Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Global
Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Global
[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com