Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah India Menengahi Konflik Rusia dan Barat?

Kompas.com - 15/09/2023, 17:30 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber DW

NEW DELHI, KOMPAS.com - Pada KTT G20 di New Delhi pekan lalu, India membujuk AS dan Eropa untuk menghaluskan kata-kata dalam komunike bersama mengenai invasi Rusia ke Ukraina.

Ini dilakukan agar KTT tersebut dapat memberikan konsensus dalam mengatasi kekhawatiran negara-negara miskin, termasuk utang global, ketahanan pangan, dan krisis keuangan terkait pendanaan untuk isu-isu iklim.

Tanpa adanya perbedaan pendapat, 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia secara resmi mengadopsi deklarasi bersama.

Baca juga: India Terus Selidiki Asal Muasal Virus Nipah yang Mematikan

Bahasa yang digunakan dalam dokumen Delhi jauh lebih lembut terhadap Rusia dibandingkan kata-kata dalam deklarasi Bali pada G20 tahun 2022, yang sangat menyesalkan perang agresi Kremlin terhadap Ukraina.

Setelah KTT G20 tahun ini, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan kepuasannya.

"Kami mampu mencegah upaya Barat untuk meng-Ukrainisasi agenda KTT tersebut," ujarnya, dilansir dari DW.

Para pakar kebijakan luar negeri dan diplomat mengatakan pertemuan puncak di New Delhi memperkuat citra India sebagai kekuatan diplomatik dan ekonomi yang sedang berkembang.

Selain itu, KTT ini merupakan indikasi kemampuan India untuk menyeimbangkan kemitraan historisnya yang stabil dengan Rusia sekaligus membina hubungannya dengan negara-negara Barat.

“Lebih dari sekedar menyeimbangkan hubungan penting, apa yang India coba dalam geopolitik adalah menjembatani perpecahan. Hal ini berlaku baik pada perpecahan Timur-Barat maupun Utara-Selatan,” kata Ajay Bisaria, mantan diplomat India.

“Selama perang Ukraina, India telah melakukan percakapan dengan Putin dan Zelensky, dan, pada saat yang sama, Perdana Menteri Modi juga berbicara secara rutin dengan para pemimpin barat seperti Biden dan Macron,” kata Bisaria.

Baca juga: India Catat 2 Kematian akibat Virus Nipah di Kerala

“Seringkali, pihak-pihak tersebut menggunakan India untuk menyampaikan pesan ke pihak lain,"
tambahnya.

Bisaria mengatakan India bisa menjadi tempat perundingan perdamaian dalam perang Ukraina.

“Hanya ada sedikit keinginan untuk mengadakan perundingan perdamaian, namun saya yakin, ketika pihak-pihak yang bertikai mulai berunding, India akan menawarkan jasa dan diplomasinya untuk membantu menengahi atau mengoordinasikan hasil akhir,” katanya.

Mohan Kumar, mantan duta besar India untuk Prancis, mengatakan bahwa Rusia akan membuat kesalahan besar jika para pemimpinnya percaya bahwa negara-negara Selatan ikut mendukung perang di Ukraina, karena banyak yang ingin konflik ini segera berakhir.

“KTT G20 di New Delhi telah memberikan bantuan kepada Rusia, dan jika tidak melakukannya dan membuat perbedaan bagi perdamaian dunia, maka akan menjadi tindakan bunuh diri,” kata Kumar. “Putin berhutang budi pada Modi, dan mungkin bermanfaat bagi India untuk mempertimbangkan menguangkannya pada waktu yang tepat di masa depan.”

Baca juga: Pesawat Sudah Tidak Mogok, PM Kanada Akhirnya Pulang dari KTT G20 India

Setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, India berada dalam dilema diplomatik, dengan mitra strategis utama di kedua pihak.

India telah berulang kali menekankan bahwa mereka memandang hubungannya dengan Rusia dan Amerika Serikat independen satu sama lain dan tidak akan membiarkan salah satu dari mereka mendikte kebijakan luar negerinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

AS Disebut Akan Turunkan Ganja ke Golongan Obat Berisiko Rendah

AS Disebut Akan Turunkan Ganja ke Golongan Obat Berisiko Rendah

Global
Trump Didenda Rp 146 Juta dan Diancam Dipenjara karena Langgar Perintah Pembungkaman dalam Kasus Uang Tutup Mulut

Trump Didenda Rp 146 Juta dan Diancam Dipenjara karena Langgar Perintah Pembungkaman dalam Kasus Uang Tutup Mulut

Global
[POPULER GLOBAL] Rudal Korea Utara di Ukraina | Mahasiswa New York Rela Diskors demi Bela Palestina

[POPULER GLOBAL] Rudal Korea Utara di Ukraina | Mahasiswa New York Rela Diskors demi Bela Palestina

Global
Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Global
Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Global
Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Global
Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Global
Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Global
Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Global
Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Global
Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Internasional
Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Global
Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Internasional
India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

Global
Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com