Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Proposal Perdamaian Prabowo dan Dilema Negara "Buffer State"

Kompas.com - 19/06/2023, 13:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 20th Asia Security Summit di Singapura, 3 Juni 2023 lalu, Menteri Pertahanan Republik Indonesia Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto, mengemukakan proposal menarik terkait perdamaian perang Rusia-Ukraina.

Proposal perdamaian yang ditawarkan oleh Menteri Pertahanan RI tersebut berisikan beberapa poin, di antaranya gencatan senjata, penarikan pasukan kedua belah pihak sejauh 15 kilometer, pembentukan zona demiliterisasi, pengerahan pasukan perdamaian PBB, serta penyelenggaraan referendum oleh PBB di wilayah sengketa.

Prabowo menganggap bahwa dalam merealisasikan resolusi konflik, publik harus banyak mempelajari berbagai pengalaman dari konflik dari negara-negara Asia.

Proposal tersebut sontak mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Ukraina menolak dengan tegas proposal perdamaian yang diargumenkan Prabowo, dan menganggap proposal Menhan RI tersebut adalah usulan aneh.

Bahkan, melalui Penasihat Presiden, Menteri Pertahanan, serta Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, usulan tersebut terdengar sebagai proposal dari Rusia agar Ukraina mau menyerahkan kedaulatan wilayahnya.

Merespons proposal tersebut, Wakil Presiden Komisi Eropa Joseph Borrell turut mengemukakan bahwa yang diinginkan bukanlah perdamaian karena Ukraina menyerah, melainkan perdamaian yang berkeadilan.

Perlu dicermati, memang terdapat beberapa kekurangan di mata para akademisi dalam proposal perdamaian yang ditawarkan Prabowo.

Misalnya, Ketua Pusat Studi Eropa dan Eurasia Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, menyebut bahwa terdapat lima kelemahan di dalam proposal tersebut.

Kelemahan ini mencakup tidak disertakannya pertimbangan penyelesaian konflik dengan konteks sejarah, kultur, dan politik identitas Rusia terhadap Ukraina, serta tidak dipertimbangkannya posisi Indonesia dan konsep pengakuan kedaulatan wilayah yang dianutnya.

Faktor di mana negara beruang merah tersebut merupakan pelaku awal invasi, sejarah imperialisme Uni Soviet, kekuatan militernya, referendum di wilayah sah Ukraina, serta posisi Rusia yang merupakan bagian pengambil keputusan di Dewan Keamanan PBB adalah sederet kritik yang dilontarkan terkait proposal Prabowo tersebut.

Darmansjah Djumala, seorang Diplomat sekaligus Anggota Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, juga mengungkapkan hal yang serupa.

Kekurangan proposal perdamaian Prabowo menurutnya terletak pada belum adanya situasi “hurting stalemate” antara Rusia dan Ukraina ketika proposal ini dikemukakan, sehingga keduanya belum mencapai kematangan “political will” untuk menyelesaikan konflik.

Ia juga menyebut bahwa penarikan mundur pasukan kedua negara sejauh 15 kilometer tidak akan menyelesaikan masalah utama, sebab pasukan Rusia telah merangsek masuk kedalam wilayah teritori Luhansk sejauh 60 kilometer lebih dan Donetsk sejauh lebih dari 100 kilometer.

Ukraina tentunya tidak ingin masalah jarak tersebut berpotensi menguntungkan Rusia, serta mengancam integritas status quo wilayah kedaulatannya.

Di samping itu, di awal konflik perang antara Rusia dan Ukraina, pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri telah terlebih dahulu memberikan kecaman terhadap Rusia atas invasi yang mengancam kedaulatan wilayah Ukraina.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com