Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih dari 40.000 Warga Suriah Mendaftar untuk Berperang bagi Rusia di Ukraina

Kompas.com - 15/03/2022, 10:44 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CBS News

LONDON, KOMPAS.com - Lebih dari 40.000 warga Suriah telah mendaftar untuk melakukan perjalanan ke Ukraina dan berjuang untuk Rusia, menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah kelompok non-pemerintah Suriah.

Kelompok itu mengatakan pada Senin (14/3/2022) bahwa tidak ada volunter yang meninggalkan Suriah sejauh ini.

Baca juga: Marah dan Frustrasi, Putin Disebut Bakal Tingkatkan Serangan ke Ukraina, Ini Alasannya

Lebih lanjut SOHR melaporkan bahwa di antara mereka yang menjadi target perekrutan termasuk anggota milisi Al-Qatarji. Kelompok ini telah disanksi oleh Amerika Serikat (AS) karena melayani sebagai perantara antara rezim Assad dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

“Pemberitahuan telah dikirim ke anggota milisi Al-Qatarji, memberitahu bahwa mereka dapat mendaftar menjadi "tentara bayaran" untuk Rusia di Ukraina,” menurut SOHR, sebagaimana dilansir CBC News pada Selasa (15/3/2022).

Pembayaran untuk pekerjaan itu dikabarkan antara 1.500 dollar AS (Rp 21,4 juta) dan 2.500 dollar AS (35,7 juta), kata SOHR, meskipun tidak ada angka yang dikonfirmasi.

Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kepada dewan keamanan Rusia bahwa sukarelawan asing yang ingin berperang dengan Rusia di Ukraina harus diizinkan.

"Jika Anda melihat bahwa ada orang-orang yang ingin atas kemauan mereka sendiri, bukan karena uang, untuk datang membantu orang-orang yang tinggal di Donbas, maka kita perlu memberi mereka apa yang mereka inginkan dan membantu mereka sampai ke zona konflik," ujar Putin.

Baca juga: Risiko Bencana dan Teror Nuklir Dalam Perang Ukraina v Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut rekrutan Suriah sebagai "preman" yang akan melakukan perjalanan untuk membunuh orang "di negeri asing."

Ukraina, yang angkatan bersenjatanya jauh lebih kecil dari Rusia, juga telah memanggil pejuang asing. Beberapa dilaporkan dari tempat-tempat termasuk Inggris dan Kanada, dan mereka sudah tiba di negara itu.

"Saya pikir mereka (Rusia) kehabisan waktu, amunisi, dan tenaga," Jenderal Ben Hodges, yang sebelumnya memimpin Angkatan Darat AS di Eropa, mengatakan kepada CBS News.

"Saya mendasarkan penilaian saya pada informasi sumber terbuka dan pengalaman saya sendiri, jadi tentu saja saya bisa melenceng... tapi saya pikir (penilaian saya) saya tidak akan terlalu jauh," katanya.

Hodges mengatakan, "laporan tentang moral yang rendah, pertikaian antara komandan, pemberontakan di setidaknya satu kapal, desersi dan sebagainya - semua dalam dua minggu pertama," adalah "indikator masalah tenaga kerja utama" untuk pasukan Rusia.

Baca juga: Kasus MH17 Jatuh, Australia dan Belanda Luncurkan Gugatan Baru terhadap Rusia

Mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih H.R. McMaster, kontributor kebijakan luar negeri dan keamanan nasional untuk CBS News, mengatakan, Putin dan militernya menjadi semakin "putus asa."

"Apa yang Anda lihat adalah bahwa Rusia benar-benar putus asa - tidak hanya dengan tindakan untuk mencoba menghalangi rute pasokan, tetapi juga dengan mencoba meletakkan dasar untuk, mungkin, penggunaan senjata kimia, yang mengkhawatirkan," kata McMaster.

“Ini adalah tanda kelemahan yang nyata. Saya pikir Rusia—dan Putin, khususnya—dalam masalah nyata.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com