PYONGYANG, KOMPAS.com – Militer Korea Selatan menyebut Korea Utara telah menembakkan rudal yang dicurigai sebagai rudal balistik pada Sabtu (5/3/2022).
Uji coba senjata ini terhitung dilakukan Korea Utara hanya beberapa hari sebelum pemilihan presiden Korea Selatan.
Dari rudal balistik hipersonik hingga jarak menengah, Korea Utara telah melakukan uji coba serangkaian persenjataan pada Januari 2022 dan pekan lalu meluncurkan apa yang diklaimnya sebagai komponen "satelit pengintai".
Baca juga: Korea Utara Salahkan AS atas Krisis Ukraina
Tapi, Korea Selatan menggambarkan apa yang diluncurkan Korea Utara pada pekan lalu sebagai rudal balistik lain.
Meskipun terkena sanksi internasional atas senjata nuklirnya, Korea Utara telah mengabaikan tawaran pembicaraan AS sejak negosiasi tingkat tinggi antara pemimpin Kim Jong Un dan presiden AS saat itu Donald Trump gagal pada 2019.
Alih-alih diplomasi, Korea Utara telah menggandakan upaya Kim untuk memodernisasi militernya, memperingatkan pada Januari lalu, bahwa mereka dapat meninggalkan moratorium yang dipaksakan sendiri untuk pengujian rudal jarak jauh dan senjata nuklir.
Militer Korea Selatan mengatakan pada Sabtu ini, bahwa mereka telah mendeteksi rudal balistik yang diduga diluncurkan ke Laut Timur dari daerah Sunan sekitar pukul 08.48 pagi waktu setempat.
Jepang juga mengonfirmasi peluncuran tersebut, dengan mengatakan bahwa rudal tersebut telah terbang pada ketinggian maksimum sekitar 550 km dan jarak sekitar 300 km. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi.
Baca juga: Mengapa Beberapa Pembelot Korea Utara Malah Kembali ke Negaranya?
“Frekuensi yang sangat tinggi dari uji coba senjata Korea Utara pada tahun ini. Ini adalah ancaman bagi kawasan itu dan sama sekali tidak dapat diterima," kata dia, dikutip dari AFP.
Kehebohan Korea Utara terjadi hanya empat hari sebelum Korea Selatan memilih presiden baru.
Menurut analis, uji coba tampaknya merupakan cara Korea Utara menyampaikan "ketidakpuasannya" dengan Presiden Korea Selatan yang akan lengser, yaitu Moon Jae-in.
"Sepertinya Kim merasa bahwa Moon tidak berbuat banyak setelah KTT Hanoi runtuh," kata pakar studi Korea Utara Ahn Chan-il, merujuk pada pertemuan terakhir antara Kim dan Trump.
“Korea Utara jelas telah memutuskan untuk memprioritaskan agenda militer mereka sendiri terlepas dari apa yang dipikirkan Korea Selatan," tambahnya.
Para analis berpendapat ketegangan dengan Korea Utara tidak lagi menjadi masalah utama dalam Pemilihan Presiden Korea Selatan, dengan masalah-masalah termasuk ketidaksetaraan pendapatan domestik dan pengangguran kaum muda menjadi perhatian utama para calon presiden.
Baca juga: Korea Utara Peringati Mendiang Ayah Kim Jong Un dalam Suhu Membeku Tanpa Acara Militer
Tetapi, jika partai Demokrat yang berkuasa kalah pada Rabu (9/3/2022), itu bisa menandakan perubahan dalam kebijakan terhadap Korea Utara.