Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Maaf Belanda Perlu Diikuti Kompensasi Morel dan Materiel

Kompas.com - 19/02/2022, 15:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Sejumlah pihak yang terdiri dari keluarga korban, politikus di DPR, serta sejarawan berharap permintaan maaf Perdana Menteri Belanda Mark Rutte atas kekerasan ekstrem tentaranya pada 1945-1949 diikuti oleh langkah konkret.

Salah seorang anak saksi mata dari aksi brutal Tentara Belanda di Rengat, Riau, pada 5 Januari 1949 berharap ada kompensasi morel dan materiel dari pemerintah Belanda.

"Saya kira tidak cukup dengan minta maaf, pemerintah Belanda harus melakukan hal kongkret, seperti apa yang dia lakukan terhadap korban Westerling (di Sulawesi Selatan) dan korban di Rawa Gede," kata Panca Setyo Prihatin saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Heyder Affan, Jumat (18/2/2022).

Baca juga: PM Belanda Minta Maaf ke Indonesia atas Kekejaman Masa Penjajahan

Oleh sebab itu, sejarawan dari Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso mengatakan permintaan maaf Belanda itu harus direspons secara baik oleh pemerintah Indonesia, dengan mengutamakan kepentingan korban.

"Pemerintah harus memfasilitasi kalau ada sesuatu yang diinginkan oleh korban. Belum tentu mereka minta (kompensasi) uang, mungkin mereka sudah menerima ini sebagai suratan takdir dan ingin membangun sesuatu yang baik, kita harus mendengarkan mereka," kata Bondan kepada wartawan BBC News Indonesia, Nicky Aulia Widadio.

Sementara itu, Anggota Komisi Bidang Hukum dan HAM DPR RI Nasir Jamil juga mendesak pemerintah segera merespons permintaan maaf tersebut.

Baca juga: Pasukan Belanda Gunakan Kekerasan Ekstrem di Indonesia

Pada Jumat, BBC News Indonesia telah menghubungi Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah yang mengatakan pemerintah sedang menyusun respons atas hal ini.

Sebelumnya, PM Belanda Mark Rutte menyatakan permintaan maaf mendalam menanggapi hasil penelitian tiga lembaga penelitian berjudul Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950 yang menyebutkan ada pembiaran terjadinya kekerasan ekstrem.

Rutte mengatakan, permintaan maaf juga disampaikan kepada orang-orang di Belanda yang terdampak kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Kondisi Bangsa Indonesia di Masa Penjajahan Belanda

Permintaan maaf tidak cukup

Panca Setyo Prihatin mengatakan keluarga korban mengapresiasi permintaan maaf PM Belanda, namun hal itu tidak cukup.

"Saya kira tidak cukup dengan minta maaf, pemerintah Belanda harus melakukan hal kongkret, seperti apa yang dia lakukan terhadap korban Westerling (di Sulawesi Selatan) dan korban di Rawa Gede," kata Panca.

Saat melakukan penyerangan ke Rengat pada 5 Januari 1949, sejumlah saksi mata dan laporan-laporan dari Belanda, pasukan khusus Belanda juga membunuh warga sipil.

Berdasarkan keterangan saksi mata, serangan itu menyebabkan antara 1.500 dan 2.000 orang di Rengat - sebagian besar warga sipil - terbunuh. Adapun dokumen militer Belanda menyebut warga yang terbunuh tercatat 120 orang.

Salah seorang laskar pejuang yang terbunuh adalah adik dari ayah Panca Setyo. Sang ayah, Wasmad Rads, adalah anggota laskar pejuang Indonesia ketika serangan itu terjadi. Dia selamat setelah bersembunyi di gorong-gorong.

Baca juga: Pameran Revolusi! tentang Kemerdekaan Indonesia Digelar di Belanda

"Kejahatan perang itu tidak bisa berhenti pada permintaan maaf, tapi juga harus dihitung sebagai kerugian morel dan materiel," ujar pria kelahiran 1971 ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com