Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Wartawan Afghanistan Mengungsi ke RI: Saya Laporkan Kejahatan Taliban, Diancam Dibunuh

Kompas.com - 28/08/2021, 07:11 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

JAGHURI, KOMPAS.com - Seorang wartawan Afghanistan mengisahkan bagaimana dirinya menjadi target pembunuhan kelompok Taliban, sehingga dia memutuskan meninggalkan negerinya dan mengungsi hingga sampai ke Indonesia.

Beberapa hari setelah Taliban berkuasa kembali di Afghanistan, Sazawar Muhammad Musa, sang wartawan, sangat mengkhawatirkan keselamatan keluarganya di Distrik Jaghuri, Provinsi Ghazni.

"Saya aman di Indonesia, tapi saya sangat khawatir keluarga saya di Afghanistan," ungkap Musa, kelahiran 1981, yang pernah menjadi wartawan televisi lokal di Afghanistan.

Baca juga: Kisah Pasukan Elite Inggris SAS Selamatkan 20 Rekannya dari Kepungan Taliban di Gurun

Bersama sekitar 7.500 pengungsi Afghanistan di Indonesia, Musa menghabiskan bertahun-tahun hidup di Indonesia. Mereka terus menunggu permukiman permanen di negara ketiga.

Orang-orang Afghanistan ini, yang mendapat status pengungsi dan pencari suaka, tinggal di beberapa kota, seperti Jakarta, Bogor atau Makassar. Musa sendiri tinggal di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Mereka ditempatkan di rumah detensi ataupun penampungan, tetapi ada juga yang memilih tinggal di rumah sendiri.

Dihadapkan fakta bahwa kelompok Taliban, yang dulu menargetkannya untuk dibunuh, berkuasa kembali, Musa kini dipenuhi rasa khawatir dan takut.

"Taliban tidak akan berubah," akunya.

"Hanya Allah yang tahu bagaimana suasana hatiku seperti apa," tambah Musa.

Beberapa anggota Taliban melakukan patroli di salah-satu sudut ibu kota Kabul, Afghanistan, Selasa (17/8/2021).AFP/WAKIL KOHSAR via BBC INDONESIA Beberapa anggota Taliban melakukan patroli di salah-satu sudut ibu kota Kabul, Afghanistan, Selasa (17/8/2021).
Dia mengaku sangat khawatir keselamatan dua anaknya dan saudara-saudaranya.

Dia kesulitan menelepon mereka dalam dua pekan terakhir. "Jaringan telpon di sana rusak akibat bom," ungkapnya.

Di sisi lain, dia ingin mengetahui perkembangan terbaru dari Afghanistan, yang membuatnya semakin resah - termasuk suasana panik di Bandar Udara Kabul yang menjadi sorotan dunia.

"Teman-teman saya di sana, mereka sekarang bingung, mereka enggak tahu mau ke mana," ujarnya.

Sebagian teman-temannya sudah mengungsi ke negara tetangga, seperti Tajikistan, Iran atau Pakistan.

Baca juga: Kisah Hidup Wanita Afghanistan di Bawah Pemerintahan Taliban pada 1999

Seorang petempur Taliban dengan senjatanya di depan kantor Kementerian Dalam Negeri di ibu kota Kabul, Selasa (17/8/2021).AFP/JAVED TANVEER via BBC INDONESIA Seorang petempur Taliban dengan senjatanya di depan kantor Kementerian Dalam Negeri di ibu kota Kabul, Selasa (17/8/2021).
"Teman-teman" yang dia maksud adalah kawan atau rekannya yang bekerja sebagai jurnalis, anggota polisi, tentara atau aktivis LSM. "Mereka semua kabur".

"Taliban itu tidak akan berubah, mereka mencari orang-orang yang bekerja sebagai wartawan, insinyur, dokter, orang-orang berpendidikan, hingga yang dengan pemerintah, atau LSM," katanya.

 

Sebelum ibu kota Kabul dikuasai Taliban, Musa mendapat informasi dari teman-temannya tentang tindakan Taliban yang "mencari" orang-orang yang dicurigai. Ini terjadi di daerah-daerah yang baru dikuasai mereka.

Peristiwa ini mengingatkan apa yang dialami pada 2013 ketika lokasi tempat tinggalnya di Distrik Jaghuri, Provinsi Ghazni, dikuasai Taliban. Dia saat itu sempat disekap oleh kelompok militan itu sebelum akhirnya kabur.

Ketika itu dia menjadi wartawan di sebuah stasiun televisi lokal, tetapi kemudian menjadi target pembunuhan oleh Taliban, lantaran mengkritik praktik kekejamannya. (Lihat kisah selengkapnya di boks khusus).

"Anda sebagai wartawan tahu kan, kita mengungkap fakta dengan jujur," kata Musa yang sudah menjadi wartawan selama 13 tahun.

Warga sedang antre di depan Kedubes Iran di ibu kota Afghanistan, Kabul, untuk mendapatkan visa, Selasa (17/8/2021).AFP/WAKIL KOHSAR via BBC INDONESIA Warga sedang antre di depan Kedubes Iran di ibu kota Afghanistan, Kabul, untuk mendapatkan visa, Selasa (17/8/2021).
"Teman-teman saya kabur meninggalkan Afghanistan"

Karena itulah, Musa tidak terlalu kaget ketika sebagian masyarakat Afghanistan memilih untuk meninggalkan negerinya demi menyelamatkan diri.

"Semua yang aku kenal, teman-teman saya, kabur semua," ungkapnya.

Namun diakuinya ada pula yang memilih tetap bertahan, yaitu "orang-orang biasa".

"Yaitu orang-orang biasa yang tidak kerja dengan pemerintah, walaupun mereka takut juga, tapi mereka tidak punya pilihan."

Masyarakat Kabul menanti di depan Kedutaan Besar Perancis di kota itu untuk berharap dapat meninggalkan Afghanistan, Selasa (17/8/2021).AFP/ZAKERIA HASHIMI via BBC INDONESIA Masyarakat Kabul menanti di depan Kedutaan Besar Perancis di kota itu untuk berharap dapat meninggalkan Afghanistan, Selasa (17/8/2021).
Dari kenyataan ini, Musa memperkirakan gelombang pengungsi Afghanistan akan membeludak, termasuk nantinya ke Indonesia sebagai transit untuk menuju negara tujuan.

"Mungkin setelah ini banyak yang sampai Indonesia, karena Indonesia negara aman buat pengungsi," katanya.

Untuk sementara, mereka ingin menjauh dulu dari negerinya demi mencari tempat aman bagi kelangsungan hidupnya.

Baca juga: Kisah Malala Yousafzai, Gadis yang Ditembak Taliban karena Bersekolah, Selamat, hingga Lulus Kuliah di Oxford

Dunia diminta "membuka pintu" bagi keselamatan warga Afghanistan

Organisasi-organisasi kemanusiaan memperkirakan krisis di Afghanistan ini mempunyai skala yang sama dengan krisis pengungsi Suriah.

Di sinilah, LSM yang menyebut dirinya SUAKA, menyerukan komunitas internasional untuk membuka pintu bagi rakyat Afghanistan yang melarikan diri demi keselamatannya.

BBC INDONESIA Negara dengan pengungsi Afghanistan terbanyak di Asia Pasifik
"Kami mendesak semua negara untuk membantu rakyat Afghanistan dengan membuka pintu bagi mereka," kata Ketua SUAKA, Rizka Argadianti, kepada BBC News Indonesia, Selasa (17/8/2021).

Dia juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar mengambil tindakan, berdasarkan alasan kemanusiaan, membuka perbatasannya untuk mengakomodasi pengungsian dari Afghanistan.

"Sekaligus membangun layanan kemanusiaan yang komprehensif bagi mereka yang lolos dari konflik," tambahnya.

Dihubungi secara terpisah, Selasa (17/8/2021), Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, melalui pesan tertulis, mengatakan pihaknya "belum membahas soal tersebut" (pengungsi).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com