KABUL, KOMPAS.com – Sejumlah politikus Afghanistan dan perwakilan Taliban akhirnya bertemu di Doha, Qatar, pada Sabtu (17/7/2021).
Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak menyerukan perdamaian meski pertempuran di beberapa wilayah masih terjadi.
Konflik di Afghanistan telah berlangsung sekitar dua dekade sebagaimana dilansir dari Reuters.
Baca juga: Afghanistan Klaim Pakistan Beri Bantuan kepada Taliban
Ketika AS dan sekutunya menarik pasukannya dari negara tersebut, konflik di Afghanistan menjadi semakin buruk.
Para milisi Taliban mengeklaim berhasil menduduki sejumlah distrik dan beberapa pos penyeberangan perbatasan penting setelah pasukan asing hengkang dari sana.
Sebelumnya, delegasi Afghanistan dan Taliban sempat bertemu di Qatar pada September untuk menggelar pembiacaraan damai.
Namun pembicaraan tersebut gagal mencapai kata sepakat hingga pasukan AS dan sekutunya meninggalkan negara tersebut.
Baca juga: Seorang Fotografer Pemenang Pulitzer Prize Terbunuh dalam Serangan Taliban di Afghanistan
"Mari ambil langkah penting untuk melanjutkan proses perdamaian, untuk mencegah pembunuhan rakyat," kata kepala Dewan Tinggi Pemerintah untuk Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah Abdullah.
"Karena kami tidak bisa membayar harga untuk ini dengan darah dan kami tidak bisa lepas dari tanggung jawab untuk itu," sambung Abdullah.
Wakil Pemimpin sekaligus negosiator Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar menyesalkan kurangnya kemajuan dalam proses perdamaian.
"Namun masih ada harapan dan Taliban akan melakukan upaya agar pembicaraan membuahkan hasil positif," kata Baradar.
Baca juga: Bendera Taliban Berkibar di Pos Perbatasan Afghanistan-Pakistan, Tandai Kekuasaan Meluas
Reuters melaporkan, dampak pertumpahan darah yang terjadi di Afghanistan akhir-akhir ini tidak main-main.
Selain itu, sekitar sekitar 12.000 keluarga di provinsi Takhar terpaksa meninggalkan rumah mereka saat pertempuran di daerah tersebut terus berlanjut.
Banyak di antara mereka berkumpul di sebuah sekolah di ibu kota provinsi dengan membawa sedikit perbekalan.
"Kami tidak dibantu atau bahkan diberi karpet. Bahkan seekor anjing pun tidak bisa tinggal di sini," kata salah satu pengungsi Mohammad Amin kepada Reuters.