Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor Harvard Ini Dituntut Usai Sebut Budak Seks Korsel Era Perang Pasifik sebagai Prostitusi Sukarela

Kompas.com - 08/02/2021, 20:51 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

BOSTON, KOMPAS.com - Himpunan mahasiswa asal Korea Selatan di Harvard University, Amerika Serikat (AS) menuntut permintaan maaf dari seorang profesor, lapor kantor berita Korea Herald, Senin (8/2/2021).

Himpunan tersebut menuntut permintaan maaf profesor atas klaim kontroversial tentang wanita penghibur di masa perang yang disebutnya sebagai 'prostitusi secara sukarela'.

Profesor studi hukum Jepang, dari sekolah hukum Harvard J. Mark Ramseyer melalui situs web-nya menimbulkan kontroversi dalam sebuah makalah yang baru-baru ini terbit dan berjudul "Kontrak Seks dalam Perang Pasifik".

Baca juga: Kepala Tempat Perlindungan Wanita Penghibur Korea Selatan Ditemukan Tewas

Harvard Korean Society, sebuah himpunan mahasiswa Harvard asal Korea Selatan meminta agar sang profesor menarik makalah tersebut dan meminta maaf secara resmi.

Pernyataan himpunan itu berbunyi, "Kesimpulan tersebut salah berdasarkan alasan yang sangat bias dan kurang bisa dipercaya. Harvard Korean Society menuntut permintaan maaf resmi dari Profesor Ramseyer dan menuntut penarikan makalah secepatnya."

Himpunan itu juga mengatakan bahwa isu wanita penghibur atau perbudakan seksual Korea Selatan di masa perang sesungguhnya praktik yang tidak manusiawi.

Baca juga: Pengadilan Korea Selatan Perintahkan Jepang untuk Beri Kompensasi kepada Budak Seks Perang Dunia II

Pandangan akademis profesor tersebut dianggap sebuah pandangan yang tak bermoral dan tidak tahu malu, imbuh pernyataan tersebut.

Himpunan tersebut juga menuntut agar makalah tersebut segera diturunkan dari International Review of Law and Economics, di mana makalah itu diterbitkan.

Menganggap bahwa penelitian profesor itu telah menyebabkan penderitaan bagi para korban tidak hanya di Korea tetapi juga di banyak negara lain.

Baca juga: Aktivis Budak Seks PD II Korea Selatan Didakwa Gelapkan Uang Santunan

Kritik itu adalah yang terbaru yang disampaikan setelah sekelompok mahasiswa Korea di Harvard Law School pekan lalu mengecam klaim profesor itu sebagai sesuatu yang "secara faktual tidak benar dan menyesatkan".

Sejarawan mengatakan sekitar 200.000 wanita Asia, kebanyakan orang Korea, dikirim secara paksa ke rumah bordil di garis depan untuk memberikan layanan seks bagi tentara Jepang selama Perang Dunia II.

Masalah para korban, yang secara halus disebut wanita penghibur, muncul kembali setelah pengadilan Seoul memerintahkan Jepang bulan lalu untuk memberikan ganti rugi sebesar 100 juta won Korea atau 88.944 dollar AS (sekitar Rp 1,2 miliar) kepada masing-masing 12 mantan budak seks tanpa mengakui kekebalan kedaulatan Jepang dalam persidangan.

Baca juga: Terlibat Sekte Budak Seks, Ahli Waris Kekayaan Perusahaan Miras Dipenjara

Tokyo menyatakan masalah wanita penghibur telah diselesaikan secara permanen melalui perjanjian bilateral pada tahun 2015 dengan pemerintah Korea Selatan.

Namun para korban menyebut perjanjian itu tidak memadai, dengan mengatakan Tokyo tidak memiliki permintaan maaf yang tulus dan mengabaikan suara mereka dalam proses negosiasi. 

Baca juga: Pesan Nasi Goreng, Wanita Penghibur Ditemukan Tewas di Kamar Hotel, Sepekan Menginap Bersama 2 Pria

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com