MOSKWA, KOMPAS.com - Presiden Rusia Vladimir Putin disebut takut jika dia tewas dibunuh seperti diktator Libya, Muammar Gaddafi.
Pernyataan yang disampaikan pakar merespons aksi protes yang berkembang, buntut penahanan figur oposisi Alexei Navalny.
Yuri Felshtinsky yang merupakan salah satu tokoh oposisi berujar, unjuk rasa yang terjadi meyakinkan sang presiden untuk makin keras melakukan penindakan.
Baca juga: Biden Tegaskan ke Putin, Masa AS Tunduk ke Rusia Sudah Usai
Selama lebih dari dua dekade kepemimpinannya, Putin akhirnya menghadapi tantangan berat saat unjuk rasa pecah di Rusia.
Aksi protes itu muncul setelah Kremlin memutuskan menahan Navalny, yang pada tahun lalu sempat koma terkena racun saraf Novichok.
Presiden berusia 68 tahun itu disebut sudah menandatangani undang-undang, yang membuat dia berkuasa hingga 2036.
Kepada The Sun, Felshtinsky mengatakan Putin perlu bertindak brutal demi mengenyahkan pembangkang dan melindungi posisinya.
Disebutkan, si presiden "menonton dengans saksama" video saat Muammar Gaddafi dibunuh secara brutal oleh massa pada 2011.
Felshtinsky sepakat jika mantan perdana menteri Rusia itu sampai kehilangan kekuasaan, maka nasibnya bakal berakhir seperti diktator Libya.
Baca juga: Yulia Navalnaya, istri Oposisi Putin, dibebaskan setelah ditahan di Moskwa
"Dia tahu benar jika pakai sistem normal, pemerintahannya bakal kolaps. Dia bukanlah sosok idealis," papar Felshtinsky.
Dilansir The Sun Kamis (4/2/2021), dia menjelaskan pemimpin Rusia sejak 1999 itu takkan selamat kecuali terus menekan oposisi.
"Pelajaran yang Putin ambil dari perkembangan terbaru adalah dia harus menindas sekeras mungkin. Itulah yang akan kita lihat," jelasnya.
Baca juga: Mantan Teman Tanding Judo Putin Klaim Miliki Istana Mewah yang Dituduh Navalny Punya Sang Presiden
Adapun Felshtinsky merupakan sejarawan sekaligus penulis The Age of Assassins: Putin’s Poisonous War on Democracy in Russia.
Dia membantu pembangkang Rusia, Alexander Litvinenko, mengungsi ke Inggris, yang kemudian dibunuh oleh terduga agen rahasia Kremlin.
Navalny ditahan setelah kembali dari Jerman, di mana dia dirawat setelah koma akibat terkena racun saraf Novichok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.