Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Tren Artisan Pastry yang Eksis Selama Pandemi hingga Kini

Kompas.com - 09/08/2023, 16:10 WIB
Krisda Tiofani,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepopuleran artisan pastry setidaknya dimulai saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020.

Hal itu disampaikan oleh Louis Tanuhadi, Director & Executive Pastry Chef APCA Indonesia.

Ia tidak bisa menyampaikan waktu pasti tren artisan pastry ini meningkat, khususnya di Indonesia.

"Produk-produk umum itu dimulai dari sulitnya mendapatkan bahan baku karena serba terbatas, orang tidak bisa membeli bahan baku dengan mudah," ujar Louis saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (8/8/2023).

Akhirnya, pembuat pastry mulai menciptakan tipe artisan dengan keterbatasan bahan baku di situasi sulit seperti saat pandemi.

Adanya peluang bekerja di rumah menjadi alasan kuat.

Banyak orang mengembangkan usaha rumahan menjadi bisnis online hingga membuka gerai pastry.

Sementara itu, Louis mengatakan bahwa artisan pastry di Eropa dimulai karena rasa keinginan membuat produk berbeda.

"Mulailah mereka (koki) mengeluarkan karyanya yang berkualitas dan berbeda, menonjolkan keahlian, bukan mass product," ungkap Louis.

Baca juga:

Ilustrasi artisan pastry.SHUTTERSTOCK/Cristian Gauna Ilustrasi artisan pastry.

Louis melihat, tren artisan pastry di Indonesia pun kian meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya selama tiga tahun belakangan.

Kondisi ini dibarengi dengan adanya permintaan pasar terkait kebaharuan produk berbeda dan daya beli masyarakatnya.

"Bagi golongan mayarakat ekonomi kelas atas, mereka membeli suatu produk bukan lagi berdasarkan harga, namun kualitas tinggi yang diutamakan," kata Louis.

Harga jual akhirnya tidak menjadi tolak ukur utama dalam pembuatan pastry sehingga tak heran artisan pastry kian diminati meski harganya lebih mahal.

Ia pun berpendapat bahwa artisan pastry menjadi istilah pemasaran bagi pengusaha di bidang pastry bakery yang baru memulai bisnisnya.

Melalui sentuhan tangan "artisan" dalam pembuatan produknya, produk yang dihasilkan dapat dijual dengan harga mahal.

"Namun ketika bisnis sudah berkembang menjadi besar, ketika outlet berkembang menjadi banyak, jebakan produksi masal sudah tidak dapat dihindarkan," jelasnya. 

"Sentuhan seniman/artisan berubah menjadi produk kodian, produk masal," ungkap Louis.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Foodplace (@my.foodplace)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com