Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Ketika Pinjol Masuk Kampus

Kompas.com - 01/02/2024, 14:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMO mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyuarakan penolakan terhadap kerja sama pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan Fintech alias Pinjol tak pelak membuka cerita undercover kelam tentang Pinjol yang menginvasi kampus-kampus di Indonesia.

Bahkan, sudah ada 43 kampus negeri dan swasta yang telah menjalin kerja sama.

Jika selama ini, masyarakat yang terjerat Pinjol diasosiasikan sebagai kalangan berpendidikan rendah, berpikir pendek dan tidak paham bahaya Pinjol, serta minim literasi keuangan, maka fenomena kampus menjalin kerja sama dengan Pinjol adalah paradoks di tengah kepercayaan terhadap pendidikan tinggi.

Kampus yang harusnya jadi garda terdepan dalam menangkal Pinjol justru memberikan karpet merah sehingga bisa mencengkram mahasiswa dengan mudah dengan bunga yang mencekik.

Pinjol di mata masyarakat Indonesia adalah penyebab banyak orang bunuh diri disertai cerita-cerita horor tentang upaya para karyawan Pinjol menagih utang nasabahnya.

Niat baik kampus dengan alasan memberi banyak pilihan kepada para mahasiswa yang kesulitan membayar UKT untuk berurusan dengan Pinjol, sama saja seperti menyerahkan mereka dan keluarganya kepada lintah darat yang tidak memiliki rasa kasihan dan empati.

Rata-rata mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT adalah mahasiswa tidak mampu karena berbagai alasan. Seharusya, kampus berusaha menolong mereka dengan mencarikan solusi beasiswa atau bantuan apapun, tidak menyeret mereka kedalam masalah yang semakin kompleks dan berlarut-larut.

Bukan cuma mahasiswa yang akan menghadapi masalah ketika membayar cicilan perbulan. Keluarganya pun akan berhadapan dengan tingginya bunga Pinjol yang menambah beban.

Tidak tanggung-tanggung, Fintech tersebut sudah mampu menjaring puluhan ribu mahasiswa. Pinjol hanya mensyaratkan KTP agar pinjaman cair, tidak seperti bank dengan banyak syarat.

Waktu cairnya juga relarif singkat hanya dalam hitungan jam. Tentu saja mahasiswa akan lebih memilih Pinjol ketimbang bank.

Ada beberapa hal yang bisa menimpa mahasiswa terjerat Pinjol.

Pertama, stres finansial. Pinjol seringkali memunculkan stres finansial yang signifikan. Beban utang dan tingginya suku bunga dapat menciptakan ketidakpastian keuangan, menyebabkan stres dan kecemasan yang terus-menerus.

Kedua, tekanan psikologis. Mahasiswa yang bergantung pada Pinjol bisa mengalami tekanan psikologis berlebih. Ketakutan akan pembayaran pinjaman, beserta bunga yang terus bertambah, dapat memengaruhi fokus belajar dan keseimbangan emosional.

Ketiga, dampak hubungan sosial. Ketergantungan pada Pinjol dapat memengaruhi hubungan sosial mahasiswa.

Mereka mungkin merasa malu atau terisolasi jika teman-teman mereka tidak mengalami masalah keuangan serupa. Hal ini dapat menimbulkan rasa rendah diri dan perasaan terasing.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com