KOMPAS.com - Gangguan kesehatan mental bisa terjadi pada siapa saja termasuk mahasiswa. Gangguan kesehatan mental bisa berawal dari kondisi depresi yang dialami para mahasiswa.
Psikolog Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Diana Rahmasari mengatakan, kesehatan mental mahasiswa harus diperhatikan, ditangani serius dan secara bersama-sama.
Dia menjelaskan, depresi merupakan kondisi emosional yang ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak menentu dan perasaan bersalah dan tidak berarti.
Kondisi itu berkaitan dengan seluruh proses mental baik berpikir, berperasaan dan berperilaku dan dapat memengaruhi motivasi seseorang dalam beraktivitas dan berkegiatan sehari-hari.
Baca juga: Dosen Unesa Ungkap Bahaya Gunakan Kipas Angin dan AC bagi Kesehatan
Kondisi depresi bisa dilihat dari gejala yang muncul. Diana mengungkapkan beberapa gejala depresi yang penting untuk diperhatikan para mahasiswa:
Pertama, gejala fisik seperti gangguan pola tidur, turunnya tingkat aktivitas, sulit makan atau makan berlebihan, sulit berkonsentrasi, energi lemah dan gejala fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala dan gangguan pencernaan.
Kedua, gejala psikis berupa rasa sedih, cemas, hampa berkepanjangan, putus asa dan pesimis, rasa bersalah, merasa tidak berharga dan tidak berdaya atau tidak berguna, lalu mudah tersinggung, kehilangan rasa percaya diri, sensitif atau baper dan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup.
Ketiga, gejala sosial seperti menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari, menarik diri dari lingkungan sosial dan menyendiri, tidak ada motivasi untuk melakukan apapun, dan hilangnya hasrat untuk hidup.
Selain itu depresi disebabkan beberapa faktor, bisa karena faktor biologis, psikologis, dan sosial.
"Sering irasional, nyalahin diri sendiri, merasa tidak bisa mengendalikan lingkungan dan kondisi diri sendiri juga bisa memicu stres, termasuk trauma masa lalu, putus cinta, dan seterusnya," terang Kasubdit Mitigasi Crisis Center (SMCC) Unesa ini.
Baca juga: Biaya Kuliah S2 Online di Universitas Terbuka 2024
Ketika seseorang merasakan stres harus segera ditangani supaya tidak berlanjut pada kondisi depresi.
Kalau tidak segera ditangani bisa jadi distres. Distres inilah nanti bisa menjadi depresi yang memicu orang melakukan perilaku-perilaku seperti bunuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu risiko dari kondisional depresi. Ada beberapa risiko lain yang bisa dilihat seperti perubahan signifikan yang terjadi.
Sebut saja seperti gangguan tidur, gangguan interpersonal, gangguan makan, gangguan pekerjaan atau kuliah, dan perilaku lain yang merusak.
Ketika terjadi stres, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar tidak menjadi depresi. Salah satunya bisa dengan menerapkan Buffering Model yang terdiri dari sejumlah langkah sederhana.