Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehadiran TikTok Shop, Pakar UP: Ada Dampak Positif dan Negatif bagi Indonesia

Kompas.com - 17/11/2023, 07:59 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pakar Komunikasi dari Universitas Pancasila (UP), Diana Anggraeni menilai kehadiran TikTok Shop menghasilkan beberapa manfaat atau peluang di Indonesia.

Seperti meningkatkan visibilitas dan pemasaran bagi pelaku UMKM, terciptanya kolaborasi antara platform dan kreator konten, membuka diversifikasi saluran penjualan, meningkatkan pemanfaatan fitur-fitur kreatif, meningkatkan kesadaran merek, dan membuka peluang untuk inovasi dan kreativitas.

Meski begitu, dia mengaku adanya permasalahan yang perlu disoroti dalam kaitan praktik jual beli melalui TikTok shop.

Baca juga: TikTok Shop Dilarang, Pakar UGM: Lindungi UMKM dari Serbuan Impor

Salah satunya adalah terkait belum adanya aturan pemerintah mengenai perdagangan menggunakan platform media sosial.

"Permendag No. 50 Tahun 2020 hanya mengatur perdagangan online secara umum, belum mengatur perdagangan dengan platform media sosial," kata Diana dalam keterangan resminya, Kamis (16/11/2023.

Selain itu, Diana juga menyayangkan dominasi produk impor dalam perdagangan melalui platform media sosial di atas.

"Sebesar 90-95 persen produk yang dijual adalah produk impor," jelas Diana.

Diana juga merujuk pada keresahan masyarakat terhadap kecurigaan adanya predatory pricing yang dilakukan platform TikTok.

Menurutnya, hal ini, bila benar terjadi akan memunculkan persaingan yang tidak kompetitif.

Selain isu di atas, Diana juga mempertanyakan mengenai keamanan dan perlindungan data konsumen, peraturan pajak dan regulasi iklan yang masih perlu dibenahi, serta kesiapan sumber daya manusia (SDM) menghadapi era perdagangan melalui platform media sosial, seperti TikTok Shop ini.

Kasus TikTok Shop bukan hanya masalah perizinan

Dosen Pascasarjana Ilmu Komunikasi UPH, Dr. Johanes Herlijanto menambahkan, masyarakat khususnya pelaku UMKM mulai resah terhadap praktik TikTok Shop. Keresahan itu mencakup beberapa hal.

Pertama adalah keresahan yang berkaitan dengan kekhawatiran terhadap maraknya produk-produk impor yang membanjiri pasar Indonesia.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: TikTok Shop Mengubah Cara Orang Dagang

Kedua, terkait erat dengan kecurigaan adanya praktik predatory pricing, yaitu penerapan diskon yang tak masuk akal bagi barang-barang yang dicurigai merupakan produk impor.

Ketiga adalah kekhawatiran TikTok meluncurkan Project S di Indonesia. Istilah Project S mengacu pada upaya TikTok untuk mengumpulkan data mengenai jenis produk yang paling dicari di sebuah masyarakat, seperti di Indonesia.

"Bila pembanjiran barang impor di atas, apalagi dibarengi dengan pelaksanaan project S di Indonesia dibiarkan terjadi, maka UMKM di Indonesia atau industri lokal yang lebih besar sekali pun, akan terkena dampak negatif," ungkap Johanes yang juga Ketua dari FSI ini.

Johanes memberi apresiasinya bila pemerintah tidak hanya memandang kasus TikTok Shop sebatas masalah perizinan.

Menurut Johanes, masalah perizinan tentu akan dengan mudah diselesaikan dengan permohonan izin sesegera mungkin.

"Namun sebelum memberikan izin, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kepentingan UMKM dalam bidang bisnis yang kemungkinan akan terganggu dengan beroperasi kembalinya kegiatan jual beli melalui aplikasi TikTok, bila mereka telah menyelesaikan perizinan," tegas Johanes.

Baca juga: 79 Perguruan Tinggi Berstatus Akreditasi Unggul dari BAN-PT

Tak hanya itu, pemerintah juga menghadapi tantangan untuk memperoleh solusi yang tuntas terhadap keresahan isu predatory pricing, project S, dan shadow banning. Lalu memikirkan bagaimana mencegah agar data-data terkait masyarakat Indonesia tidak jatuh ke tangan pihak asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com