Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendikbud Nadiem: Biaya Akreditasi Perguruan Tinggi Ditanggung Full Pemerintah

Kompas.com - 29/08/2023, 11:37 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Biaya akreditasi program studi perguruan tinggi kini sudah ditanggung oleh pemerintah secara full atau penuh. 

Hal itu disampaikan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

"Ke depan, biaya untuk status akreditasi bisa dibayarkan oleh pemerintah. Full ditanggung negara," kata dia, dilansir dari kanal YouTube Kemendikbud Ristek, Selasa (29/8/2023).

Baca juga: 10 Beasiswa S1 Luar Negeri buat Siswa SMK, Bisa Kuliah Gratis

Ia mengatakan pada kebijakan transformasi akreditasi pendidikan tinggi, kini perguruan tinggi tidak perlu pusing akan beban finansial mereka saat membayar asesmen akreditasi. 

Nadiem mengatakan biaya yang ditanggung pemerintah adalah biaya untuk akreditasi perguruan tinggi yang bersifat wajib.

"Jadi dulu akreditasi perguruan tinggi itu ada A, B, C, Unggul, Baik Sekali dan sebagainya. Kini diubah. Hanya ada status terakreditasi dan tidak terakreditasi," kata dia.

Sebelumnya, perguruan tinggi dan prodi terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN PT dan status akreditasi perguruan tinggi dikelompokkan menjadi A, B, C dan lainnya. 

Baca juga: Cerita Fadillah Dapat Beasiswa di Kedokteran Gigi UB, Lulus IPK 3,88

Kemudian diubah sesuai aturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 yang membuat perguruan tinggi punya status akreditasi Unggul, Baik Sekali, Baik, dan Tidak Terakreditasi.

Kini, seluruh perguruan tinggi hanya akan memiliki 2 status yaitu terakreditasi atau tidak terakreditasi. 

Sementara untuk program studi atau prodi, hanya akan mendapatkan 4 status akreditasi saja. Yaitu tidak terakreditasi, terakreditasi, terakreditasi unggul, terakreditasi oleh lembaga akreditasi internasional. Jadi hanya status wajib inilah yang akan dibayar oleh pemerintah. 

Nadiem membenarkan banyak keluhan dari perguruan tinggi akan biaya akreditasi prodi cukup mahal. Terutama dari PTS kecil yang merasa sangat terbebani dari segi biaya.

"Kalau dulu biaya akreditasi program studi oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dibebankan pada perguruan tinggi. Kini perguruan tinggi hanya wajib mendapatkan status terakreditasi saja. Kalau terakreditasi unggul tidak bersifat wajib. Pemerintah menanggung biaya asesmen untuk status terakreditasi yang wajib itu. Namun perguruan tinggi yang ingin terakreditasi unggul maka menanggung biaya asesmennya sendiri," katanya dengan tegas.

Sehingga ke depan BAN-PT dan LAM hanya akan menarik biaya untuk perguruan tinggi yang minta terakreditasi unggul.

Ia mengatakan proses akreditasi memang sejak lama membebani perguruan tinggi baik secara finansial maupun administrasi.

Dulu fakultas yang hendak membuat akreditasi beberapa prodi harus berulang-ulang mengirim administrasi dan data. Padahal, rekam data ini sudah ada. Kini proses akreditasi bisa dilaksanakan pada tingkat unit pengelola prodi.

Baca juga: Kisah Deni Anak Penjual Kopi Dapat Beasiswa di Vatikan, Bertemu Paus Fransiskus

Meski kini status akreditasi perguruan tinggi dan prodi berubah, ia mengatakan bagi perguruan tinggi atau prodi yang masih terakreditasi A, Unggul,B , Baik Sekali, C dan Baik tetap berlaku hingga masa berlakunya selesai. 

Setelah itu, status akreditasi bisa diperbarui langsung dengan status akreditasi yang kini disederhanakan.

"Sehingga perubahan ini memberikan perguruan tinggi ruang gerak lebih luas untuk melakukan diferensiasi misi, bisa bebas beban administrasi dan finansial perguruan tinggi untuk akreditasi serta bisa lebih adaptif dan fokus pada peningkatan mutu Tri Dharma perguruan tinggi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com