Oleh: Arriva Zulfira | Content Writer Intern Growth Center | Powered by Kompas Gramedia
KOMPAS.COM - Belakangan topik mengenai kesetaraan gender sedang marak-maraknya dibicarakan. Berbagai bidang dan media, seperti literatur, film, lagu, hingga acara podcast banyak membahas permasalahan yang menyangkut gender.
Ketimpangan dan diskriminasi gender terhadap pekerja perempuan menjadi salah satu masalah yang paling membutuhkan usaha penyelesaian pada masa ini.
Diskriminasi gender dapat terjadi baik pada perempuan ataupun laki-laki. Akan tetapi, yang paling sering menjadi target akhir-akhir ini adalah perempuan.
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan terjadi sepanjang tahun 2022.
Salah satu bentuk ketimpangan gender terhadap perempuan yang paling sering ditemui adalah tindak diskriminasi dan rendahnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja.
Berdasarkan hasil survei Women's Health and Life Experiences pada tahun 2017, keterlibatan perempuan Indonesia di pasar tenaga kerja masih jauh di bawah rata-rata pria sebesar 80 persen.
Hal ini membuktikan bahwa masalah kesetaraan gender terhadap perempuan di dunia kerja memang menjadi salah satu urgensi pada saat ini.
Adanya ketidaksetaraan gender yang terjadi pada pekerja perempuan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks.
Masalah ini tidak hanya berakar dari satu dua peristiwa yang pernah terjadi, tetapi bermula dari sistem sosial dan konstruksi masyarakat terhadap suatu gender tertentu. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang sedari dulu selalu menjadi masalah.
Tak dapat dimungkiri, masyarakat Indonesia sudah menganut sistem patriarki sejak zaman dahulu. Menurut KBBI, budaya patriarki adalah perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Sayangnya, hampir sama seperti budaya lainnya, patriarki menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Meskipun sekarang sudah banyak gerakan yang melawan keras patriarki, budaya ini tetap dominan di beberapa kalangan masyarakat.
Sistem patriarkilah yang membentuk konstruksi gender perempuan di lingkungan sosial. Budaya ini membuat seolah-olah kodrat seorang perempuan hanyalah untuk menjadi ibu rumah tangga yang menghabiskan waktunya di dapur.
Apabila ia ingin memiliki pendidikan tinggi dan karier lebih bagus daripada pihak laki-laki, tak jarang seorang perempuan justru dipandang negatif.
Hal ini karena ia dianggap tidak memenuhi ekspektasi sosial yang dibangun masyarakat mengenai bagaimana peran seorang perempuan yang seharusnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya