Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Webinar ITS: Indonesia Masih Kesulitan Produksi Baterai dari Nikel

Kompas.com - 29/08/2022, 09:17 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah. Bahkan Indonesia juga menjadi salah satu penghasil nikel paling banyak di dunia.

Hanya saja, Indonesia masih kesulitan dalam mengolah logam ini menjadi produk baterai siap pakai.

Pada webinar hasil kerja sama Mahagana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan Adidaya Initiative, Sekretaris Adidaya Intiative, Naufal Hanif Hawari, ST., memberikan penjelasan.

Menurutnya, Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan penghasil nikel paling banyak di dunia mengalahkan Rusia.

Baca juga: KKN ITS Bagikan Cara Menjernihkan Minyak Goreng Bekas bagi UMKM

"Sebuah keuntungan bagi negara kita mengingat 51 persen produksi baterai merupakan katoda yang dapat berupa Nikel," ujarnya dikutip dari laman ITS, Minggu (28/8/2022).

Dikatakan, berdasarkan data 2019, produksi nikel di Indonesia masih diperuntukkan untuk produksi baja anti karat, sedangkan produksi baterai belum dilakukan.

"Untuk produksi baterai, Indonesia baru membangun smelter nikel di daerah Gresik, Jawa Timur yang diperkirakan menjadi yang terbesar di dunia," katanya.

Adapun salah satu permasalahan utama terkait produksi nikel untuk baterai di Indonesia adalah cara pemurnian yang berbeda dengan produksi baja anti karat.

Pemurnian nikel yang dibutuhkan untuk menjadi bahan baku pembuatan baterai mencapai 99,9 persen atau nikel murni.

"Nikel yang ada di Indonesia adalah laterit yang letaknya dangkal sehingga mudah ditambang tetapi mengandung banyak kandungan lain sehingga sulit dimurnikan," imbuh Naufal.

Baca juga: Beton Geopolimer Ramah Lingkungan Ini Buatan Mahasiswa ITS

Padahal, metode yang perlu dilakukan untuk pemurnian tersebut adalah High-pressure Acid Leaching (HPAL).

Ia mengatakan, proses ini dilakukan menggunakan tekanan tinggi dan mineral dicuci dengan asam sulfat secara kimiawi.

"Metode ini tidak mudah, diperlukan energi listrik dan sumber daya lain yang sangat banyak, seperti asam sulfat hingga 100 ton perharinya," jelasnya.

Naufal juga menjelaskan, Indonesia Battery Corporation (IBC) sendiri membagi 3 tahap utama dalam produksi baterai Li-Ion di Indonesia.

1. Tahap pertama berfokus pada pembangunan pabrik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com