Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Menggagas Sekolah Dasar Komunitas bagi Anak Jalanan

Kompas.com - 27/08/2022, 16:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) meluncurkan program "Ayo Kursus" yang menyasar 24.000 anak usia pelajar di bawah 25 tahun yang tidak bersekolah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyebutkan, program itu bertujuan memberikan kesempatan kepada anak-anak usia sekolah atau putus sekolah, untuk kembali mendapatkan pendidikan.

Menurut dia, upaya untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak usia sekolah atau putus sekolah, untuk kembali mendapatkan pendidikan adalah mereka harus kembali ke sekolah, salah satunya melalui program kursus dan pelatihan.

Baca juga: 5 Dampak Negatif Anak Putus Sekolah, Minder dan Jadi Pemalas

 

Sekolah komunitas

Gagasan Kemendikbudristek itu pernah dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta beberapa tahun yang lalu dengan meluncurkan sebuah pendidikan alternatif yang diberi nama Community Colegge (CC) atau Sekolah Komunitas yang bertempat di SMK 4 Yogyakarta.

Program CC merupakan konsep baru dalam pendidikan yang menggabungkan pendidikan formal dan pendidikan luar sekolah. Sekolah Komunitas (CC) ini menampung siswa minimal lulusan SLTP, yang tidak mampu melanjutkan sekolah atau ingin segera mandiri dan berpenghasilan.

Sekolah Komunitas itu berisi program ketrampilan siap kerja. Sekolah Komunitas tersebut terbuka untuk masyarakat umum, khususnya dari kelompok masyarakat miskin perkotaan dan tidak dibatasi usia. Kecuali ketrampilan desain grafis dan animasi yang mensyaratkan peserta harus lulus SLTA.

Jenis ketrampilan yang ditawarkan antara lain kepariwisataan, tata boga, tata busana, dan jasa kecantikan, metode pendidikan lebih dititikberatkan pada praktik langsung.

Langkah positif Pemerintah Kota Yogyakarta itu sangat bermanfaat terlebih di tengah tingginya jumlah penggangguran dan mahalnya beaya pendidikan di Tanah Air. Namun tampaknya Sekolah Komunitas di Yogyakarta itu tidak berlanjut dengan berbagai alasan.

Ruang bagi anak jalanan

Tetapi niat baik Pemerintah Kota Yogyakarta yang dulu pernah dilakukan itu perlu dihidupkan kembali. Lebih tepat lagi jika pemerintah kabupaten/kota lainnya di Indonesia mau membuka sekolah komunitas serupa bahkan memperluasnya dengan membuka sekolah komunitas setingkat sekolah dasar.

Pembukaan SD komunitas ini hendaknya diperuntukkan bagi para anak jalanan dan anak terlantar yang jumlahnya masih cukup banyak di setiap kota atau kabupaten. Anak jalan ini memang tidak cukup mudah diselesaikan dengan sekedar memberinya beasiswa dan mendorong mereka masuk ke sekolah formal.

SD komunitas merupakan alternatif bagi terjamin pendidikan anak-anak jalanan-terlantar yang berada di jalan-jalan protokol kabupaten dan kota di Indonesia. Jika SD komunitas itu dapat dibuka tentu menjadi nilai tambah bagi kekayaan budaya bangsa kita yang mau “nguwongke” anak-anak terlantar ini.

Baca juga: Startup Janji Baik Tawarkan Sekolah Gratis untuk Anak Putus Sekolah

Sekolah berkonteks lokal

SD komunitas itu meski dikreasi sebagai sekolah nonformal dan dikembangkan dengan model pendidikan berkonteks lokal mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki anak-anak jalanan-terlantar. Hal itu juga sejalan dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang memberi kebebasan sekolah untuk mengembangkan potensi lokal.

Sekolah komunitas jangan memaksakan diri untuk menerapkan standar nasional, apalagi kalau sampai menerapkan ujian nasional, karena hal itu berarti penyeragaman dan kontraproduktif untuk pengembangan diri anak dan maksud penyelenggaraan sekolah komunitas.

Pendidikan berkonteks lokal seperti apa yang cocok dan memungkinkan untuk dikembangkan di SD komunitas?

Ada beberapa hal yang bisa diterapkan. Pertama, menyangkut metode belajar. Metode yang cocok untuk diterapkan adalah pembelajaran aktif, yang berciri anak aktif (active learning), pembelajaran berpusat pada anak (child-centered learning), dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com