Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelewengan Dana oleh ACT, Ini Tanggapan Pakar Unair

Kompas.com - 07/07/2022, 17:57 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dugaan penyelewengan dana masyarakat oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia menghebohkan masyarakat.

Hal itu tak lain karena fungsi dan tujuan ACT adalah bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Baca juga: Jangan Legalisasi Ganja Medis, Guru Besar UGM: Nanti Merusak Mental

Berkaitan dengan hal itu, Dosen Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair), Dr. Prawitra Thalib memberikan tanggapan.

Menurut dia, dugaan penyelewengan dana itu telah diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 juncto UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Sebagaimana diketahui ACT berbadan hukum yayasan, maka ACT harus tunduk pada UU No. 16 Tahun 2001 juncto UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan berdasarkan pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat.

"Sehingga, karena ACT telah berbadan hukum, yayasan ini dilarang mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan, baik oleh pendiri maupun pengurusnya," ucap dia melansir laman Unair, Kamis (7/7/2022).

Selain itu, Prawitra juga menegaskan lebih lanjut tentang ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Dalam PP itu dijelaskan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya adalah 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.

"Yang artinya operasional dari pengumpulan dana sosial tersebut hanya bisa diambil sebanyak-banyaknya 10 persen dari total pengumpulan sumbangan," jelas dia.

Dalam melihat kejelasan dugaan penyelewengan dana masyarakat ini, Prawitra menjelaskan perlunya melihat kembali anggaran dasar dari ACT yang mengatur tentang gaji dan sarana pengurus berupa keputusan dewan pembina.

Baca juga: Ahli Hukum Unair Soroti Legalisasi Ganja untuk Medis

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada ruang tikungan penyelewengan regulasi yang terdapat dalam anggaran dasar.

"Karena motivasi perbuatan pelaku akan terlihat dari pintu regulasi anggaran dasarnya. Ini jadi ruang untuk menyisir pertanggungjawaban pidana organ yayasan ini. Termasuk apakah ada perbuatan berlanjut pidana lain berupa tindak pidana penggelapan atau tindak pidana pemalsuan," tegas dia.

Bisa kena sanksi pidana bila ACT ambil keuntungan

Dia menegaskan, bila benar pengurus ACT mengambil keuntungan digaji, maka bisa dikenakan sanksi pidana terhadap perbuatan pelaku yang menerima pembagian atau peralihan dari kekayaan yayasan. Itu sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) dan (2) UU No. 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

"Isinya itu menegaskan, setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun," tutur Prawitra.

Selain sanksi pidana penjara, pengurus ACT yang terbukti bersalah juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.

Prawitra menyarankan kepada pemerintah khususnya Kementerian Sosial (Kemensos) untuk bisa menyiapkan aturan yang jelas bagi lembaga-lembaga filantropi seperti ACT yang menghimpun dana masyarakat.

"Harus ada aturan yang jelas terkait hak dan kewajiban lembaga-lembaga tersebut. Mengingat, ada kalanya penyaluran bantuan dan kegiatannya juga membutuhkan biaya operasional per bulan," terang dia.

Baca juga: Dokter Unair Ungkap 7 Gejala TBC dan Tahapan Pengobatannya

"Memang di aturan lama ada ketentuan 10 persen donasi dapat diambil oleh pengelola donasi dan 12,5 persen dapat diambil lembaga amil zakat, karena itu adalah haknya. Namun, untuk donasi sosial hal tersebut harus dikaji kembali apakah masih relevan atau tidak, atau disamakan 12,5 persen," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com