Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 22/04/2022, 08:47 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Manusia adalah individu yang kompleks, apalagi bila sudah berkelompok.

Itulah mengapa konsep psikologi, seperti Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), extrovert-introvert, sanguinis-melankolis-plegmatis-koleris, hingga zodiak diminati oleh individu yang ingin memahami diri dan orang lain.

Ukrida dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com menyatakan, dalam diri manusia sendiri tersusun dari rangkaian organ dengan fungsi yang komplek, ssehingga memunculkan aktivitas mental yang beragam, dari berpikir, merasa, hingga bertindak.

Sementara itu, dalam komunitas manusia berinteraksi dengan manusia kompleks lain sehingga membangun realitas intersubjektif yang pasti makin kompleks. Misalnya keliru memahami maksud pasangan meski sudah bersama sekian tahun.

"Untuk itulah, psikologi berperan. Secara umum, psikologi adalah bidang keilmuan yang memelajari pikiran (mind) dan perilaku (behavior) manusia." tulis Ukrida dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga: Masuki Usia 55 Tahun, Ukrida Terus Berinovasi lewat Pendidikan dan Karya Kemanusiaan

Secara spesifik, Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) berangkat dari kajian Psikologi Klinis, yaitu bidang psikologi yang berfokus dalam studi tentang fungsi mental manusia, seperti berpikir, merasa, dan bertindak sepanjang rentang kehidupannya.

Lebih lanjut, Fakultas Psikologi Ukrida menempatkan pembelajaran manusia dari tingkat mikro (seperti diri sendiri dan keluarga) hingga makro (seperti komunitas, masyarakat, dan kebijakan).

Lalu, apa relevansi mempelajari manusia dalam tingkat mikro hingga makro?

Manusia adalah individu yang sistemik. Sayangnya, permasalahan manusia, terutama di Indonesia, dianggap hanya bersumber dari diri sendiri, entah kepribadian atau akhlaknya.

Paling jauh bergerak ke tingkat keluarga dan pertemanan, seperti anak broken home dan salah pergaulan. Semua itu menunjukkan permasalahan manusia diteropong dalam tingkat mikro saja.

"Kenyataannya, manusia hidup dalam kelompok yang lebih besar dari diri sendiri, seperti sistem nilai dan budaya," tulis Ukrida.

Baca juga: Bagaimana Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi?

Oleh karena itu, yang selama ini dianggap sebagai masalah individu dapat dipahami dalam tataran kelompok, masyarakat, hingga kebijakan. Sebagai contoh, permasalahan pendidikan daring selama pandemi.

Permasalahan pembelajaran daring lewat teropong makro dan mikro

Ukrida dalam siaran persnya menyatakan, kesulitan yang dialami pelajar tingkat dasar hingga tingkat tinggi selama pembelajaran daring merupakan permasalahan tersendiri. Selama ini, telaahnya lebih banyak menggunakan teropong mikro, yaitu permasalahan pelajar dan guru saja.

"Alhasil, beban untuk membuat pembelajaran tetap efektif lebih banyak diberikan kepada kedua kelompok tersebut. Pendidik dibebani pelatihan dan pengembangan diri tambahan demi menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif," tulis Ukrida.

Sementara itu, pelajar dibebani wejangan dan seminar agar termotivasi dan mengembangkan perilaku belajar yang adaptif. Kondisi seperti ini sangat mungkin menimbulkan dampak psikologis kepada pendidik dan pelajar atau mahasiswa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com