Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Psikologi Unair Kasih Cara Sikapi Korban Kejahatan Seksual

Kompas.com - 21/12/2021, 13:46 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kejahatan seksual selalu meninggalkan trauma yang mendalam, tak hanya bagi korban, tetapi juga orang-orang terdekat korban.

Pernahkah terbayangkan, apa yang harus kita lakukan jika hal keji itu terjadi pada kerabat, sahabat, atau bahkan keluarga kita?

Baca juga: UM Wujudkan Kampus Jauh dari Kekerasan Seksual

Terkait hal itu, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Margaretha Rehulina memberikan penjelasan.

Menurut dia, pada beberapa orang, mungkin bisa terjadi keinginan membalas dendam dan marah.

"Karena ketika kita marah, kehilangan, benci sebenarnya yang ingin dikejar adalah pemuasan kemarahan diri. Jadi ingin memuaskan kebutuhan diri untuk membalas dendam. Ini bukan terbaik untuk korban (kejahatan seksual), karena sebenarnya kita sedang melayani emosi pribadi," kata dia melansir laman Unair, Selasa (21/12/2021).

Retha menjelaskan, marah dan rasa ingin balas dendam adalah sangat mungkin terjadi.

Apalagi, berdasarkan pengamatannya, sebagian besar pelaku kejahatan seksual adalah orang yang dikenal korban.

Bisa guru, keluarga, bahkan orangtua sendiri.

Hal itu, ungkapnya, yang membuat korban maupun keluarga korban menjadi lebih terpukul.

"Kerusakannya lebih parah karena yang dijarah bukan hanya tubuh, tetapi juga kepercayaan," jelas dia.

Baca juga: Per 1 Desember 2021, PTN Tidak Boleh Angkat Dosen Tetap Non-PNS

Meski begitu, Retha mengaku yang perlu dipahami adalah posisi korban kejahatan seksual saat ini sedang membutuhkan dukungan keluarga atau orang-orang terdekat.

Sehingga, alih-alih menghabiskan energi pada keinginan membalas dendam, lebih baik fokus memberikan dukungan bagi korban untuk melanjutkan hidupnya.

Minta bantuan hukum jika terjadi kejahatan seksual

Lantas bagaimana dengan pelaku kejahatan seksual? Dosen yang kini tengah belajar di University of Melbourne itu sangat menyarankan agar pihak keluarga atau orang terdekat mengakses bantuan hukum jika kejahatan seksual telah terjadi.

Namun, sambung Retha, bukan berarti keluarga yang harus mencari keadilan sendiri. Tetapi menggunakan jalur dan proses hukum.

"Keluarga bisa membantu polisi agar bisa melakukan penyelidikan lebih cepat. Sehingga pelaku atau tersangka dapat segera dihentikan agar tidak melakukan pengulangan kejahatan," ujar dia.

Pada akhir, dia menekankan, dukungan dan bantuan dari lingkungan terdekat adalah hal utama yang dibutuhkan oleh korban.

Jika korban kejahatan seksual adalah anak-anak, sangat diharapkan bukan hanya keluarga, tetapi juga sekolah turut memberikan dukungan.

Meski demikian, sejauh ini yang terjadi di Indonesia masih jauh dari harapannya. Korban kejahatan seksual dianggap harus mengundurkan diri dari sekolahnya.

Baca juga: Berantas Kekerasan di Lingkungan Pendidikan, Nadiem Makarim Bentuk Ini

"Misalkan sampai terjadi kehamilan, itu yang terjadi adalah anak diminta mengundurkan diri dari sekolah. Ini kita tambah melukai korban dan membuat korban (kejahatan seksual) bertambah traumanya. Karena dia bukan hanya trauma diperkosa, tetapi juga trauma diambil haknya dari pendidikan," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com